OPINI: Smart Grid: Revolusi Digital dalam Sistem Kelistrikan Indonesia

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com-Pada 4 Agustus 2019, Jakarta dan beberapa kota di Jawa mengalami pemadaman listrik besar-besaran akibat gangguan pada jaringan Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) 500 kV. Dampaknya terasa luas. Aktivitas ekonomi terganggu, sistem transportasi publik mengalami gangguan signifikan, dan layanan komunikasi terdampak. Bahkan, beberapa layanan berbasis digital sempat mengalami kendala dalam operasionalnya.

Keamanan nasional juga menjadi perhatian serius dalam insiden seperti ini, karena kelistrikan adalah bagian krusial dari sistem keamanan negara. Tanpa keandalan listrik yang optimal, pusat kendali komunikasi, sistem pemantauan, dan infrastruktur vital lainnya dapat terganggu, berpotensi memengaruhi stabilitas operasional berbagai sektor strategis.

Dalam konsep Smart Grid, kejadian seperti ini dapat dicegah atau ditangani lebih cepat dengan otomatisasi pemulihan jaringan, redistribusi listrik, dan deteksi dini melalui teknologi berbasis AI. Tanpa modernisasi, sistem kelistrikan Indonesia akan tetap menghadapi tantangan besar dalam keandalan dan efisiensi pasokan listrik.

Kini saatnya beralih ke Smart Grid, jaringan listrik cerdas yang mengintegrasikan teknologi AI, IoT, dan digitalisasi sistem distribusi, memastikan kelistrikan lebih efisien, adaptif, dan berkelanjutan, serta mampu mendukung stabilitas nasional dengan lebih baik.

Apa Itu Smart Grid?

Smart Grid adalah sistem kelistrikan modern yang mampu beradaptasi secara otomatis terhadap perubahan konsumsi listrik, gangguan sistem, serta integrasi energi terbarukan. Berbeda dengan jaringan listrik konvensional, Smart Grid memiliki teknologi digital yang memungkinkan pemantauan dan pengelolaan sistem listrik secara lebih efisien dan responsif.

Smart Grid memiliki beberapa karakteristik utama:

  • Interaktif dan Real-Time – Menghubungkan data konsumsi listrik secara langsung dengan pusat kontrol.
  • Efisiensi Energi – Mencegah pemborosan dengan menyesuaikan pasokan listrik secara dinamis.
  • Resiliensi Tinggi – Mengurangi risiko pemadaman dengan distribusi yang lebih fleksibel dan responsif.
  • Integrasi Energi Terbarukan – Memungkinkan tenaga surya, angin, dan baterai masuk ke jaringan tanpa mengganggu stabilitas listrik.

Meskipun Indonesia belum sepenuhnya menerapkan sistem Smart Grid, beberapa inisiatif awal telah mulai berjalan, menunjukkan komitmen untuk mewujudkan jaringan listrik yang lebih adaptif dan ramah lingkungan.

Transformasi Infrastruktur Kelistrikan: Mengapa Indonesia Perlu Smart Grid?

Untuk mengatasi kelemahan sistem listrik yang masih ada, Smart Grid menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi jaringan, memungkinkan respons yang lebih cepat terhadap gangguan dan perubahan konsumsi listrik.

  1. Sensor Otomatis dan AI (Artificial Intelligence) dalam Pembangkit Listrik

Dengan pemantauan real-time berbasis AI, pembangkit listrik dapat menyesuaikan output sesuai permintaan, menghindari kelebihan produksi dan meningkatkan stabilitas jaringan.

  1. Grid Cerdas untuk Distribusi yang Stabil

Grid konvensional sering menghadapi overload saat permintaan listrik meningkat. Smart Grid memungkinkan listrik dialokasikan lebih efisien, mengurangi risiko pemadaman dan memastikan keseimbangan pasokan.

  1. Internet of Things (IoT) dalam Manajemen Konsumsi Listrik

Perangkat pintar seperti smart meter membantu pelanggan memantau konsumsi listrik secara real-time, mendorong penggunaan energi yang lebih hemat dan terkontrol.

  1. Integrasi Sumber Listrik Terbarukan yang Lebih Optimal

Digitalisasi memungkinkan tenaga surya dan angin terhubung lebih fleksibel dengan jaringan utama, mendukung transisi energi bersih tanpa mengorbankan keandalan sistem kelistrikan.

Smart Grid membuat sistem kelistrikan lebih tangguh, efisien, dan responsif, membantu Indonesia menghindari kejadian seperti blackout 2019 yang sebelumnya mengganggu kehidupan jutaan orang.

Apresiasi terhadap Kemajuan yang Telah Dimulai

Meskipun masih dalam tahap awal, Indonesia telah mulai menerapkan elemen-elemen Smart Grid secara bertahap dalam sistem kelistrikannya. Salah satu langkah nyata adalah penghitungan carbon credit dari listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang masuk ke jaringan PLN.

Hingga Maret 2025, PLN Indonesia Power telah menjual sertifikat karbon sebesar 39.265 ton CO2 ekuivalen melalui Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon). Ini menandakan bahwa sistem kelistrikan Indonesia mulai mengintegrasikan mekanisme pengurangan emisi dalam operasionalnya, mendukung transisi energi bersih yang lebih terukur.

Selain itu, PLN juga telah meluncurkan beberapa inisiatif yang mendukung penerapan Smart Grid, seperti:
Peningkatan efisiensi jaringan listrik dengan digitalisasi dan pemantauan berbasis AI.
Pengembangan sistem perdagangan karbon untuk meningkatkan insentif bagi energi hijau.
Penerapan teknologi energi bersih di pembangkit listrik berbasis EBT.

Meskipun masih banyak tantangan yang harus diatasi, langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya berencana menerapkan Smart Grid, tetapi sudah mulai bergerak ke arah tersebut.

Kesimpulan: Indonesia Harus Memimpin dalam Transformasi Kelistrikan

Indonesia tidak bisa menunggu lebih lama untuk beradaptasi dengan sistem kelistrikan berbasis teknologi. Digitalisasi bukan hanya akan meningkatkan efisiensi, tetapi juga memastikan bahwa:

  • Distribusi listrik lebih stabil dan responsif
  • Konsumsi energi bisa lebih hemat dan terkendali
  • Investasi dalam kelistrikan hijau lebih menarik bagi pelaku industri
  • Indonesia bisa bersaing sebagai pemimpin teknologi Smart Grid di ASEAN

Modernisasi sistem kelistrikan harus menjadi prioritas kebijakan nasional. Dengan langkah-langkah awal yang telah diterapkan, Indonesia kini memiliki fondasi untuk mempercepat transformasi Smart Grid secara lebih luas.

Saatnya Indonesia memimpin transformasi kelistrikan digital, bukan hanya menjadi pengikut dalam perubahan industri berikutnya.

Jakarta, April 2025

Sampe L. Purba, Penulis, Peneliti Senior pada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Strategis, Alumni Universitas Pertahanan RI