Jakarta, ruangenergi.com — Dalam rangka mempercepat target net zero emission, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menunjukkan komitmennya terhadap transisi energi nasional. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah menyelenggarakan Technical Workshop for Energy Transition bertajuk Ammonia/Biomass Co-Firing for Boiler, yang berlangsung pada Rabu (7/5/2025) di Jakarta. Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian ESDM dan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Workshop dibuka oleh Koordinator Perencanaan Pembangkitan Tenaga Listrik, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Pramudya. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa Indonesia tengah meniti jalan transisi energi secara sistematis dengan mengandalkan perencanaan strategis, inovasi teknologi, serta dukungan kebijakan yang solid.
“Indonesia berkomitmen mewujudkan sistem kelistrikan yang berkelanjutan dengan tetap menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan tanggung jawab terhadap lingkungan,” ujar Pramudya.
Ia memaparkan bahwa ke depan, sistem penyediaan listrik di Indonesia akan semakin terintegrasi dengan sumber energi baru terbarukan seperti tenaga surya, angin, pasang surut, panas bumi, bioenergi, amonia hijau (NH₃), dan hidrogen hijau (H₂). Secara bertahap, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara direncanakan mulai digantikan oleh amonia hijau mulai 2045, sementara pembangkit berbahan bakar gas menyusul pada 2051 dengan pemanfaatan hidrogen hijau.
“Teknologi akan kita elaborasi satu per satu sesuai arah kebijakan dalam Rancangan Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN),” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa pembangkit berbasis batu bara juga akan dilengkapi teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon, serta integrasi biomassa sebagai bagian dari strategi mencapai nol emisi sektor ketenagalistrikan.
Sebagai bentuk transformasi menuju sistem kelistrikan rendah karbon, berbagai sumber energi alternatif mulai dari biomassa hingga energi nuklir tengah disiapkan. Energi nuklir, dengan kapasitas yang stabil dan berskala besar, akan menjadi komponen penting dalam bauran energi masa depan. Rencana pemanfaatan amonia hijau secara penuh dalam PLTU juga ditargetkan terealisasi pada 2045.
Dalam sesi pemaparan materi, Senior Manager Indonesia Business Development Headquarters IHI Corporation, Ahmad Iqbal, menyoroti pentingnya pengembangan teknologi pembakaran biomassa untuk menekan emisi CO₂ dari PLTU. Ia menjelaskan bahwa permintaan global terhadap biomassa meningkat seiring dorongan pengurangan emisi karbon.
“Indonesia memiliki kekayaan biomassa yang sangat beragam—mulai dari woody chip, pellet, sawdust, hingga limbah pertanian seperti palm waste, rice husk, dan rice straw,” jelas Iqbal.
Namun, ia mengingatkan bahwa setiap jenis biomassa memiliki karakteristik unik yang harus diperhitungkan dalam proses pembakaran di pembangkit. Penggunaan teknologi co-firing, lanjutnya, harus dipastikan tidak mengganggu kinerja boiler.
Workshop ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai institusi, termasuk Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta BUMN ketenagalistrikan seperti PT PLN (Persero), PT PLN Indonesia Power, PT PLN Nusantara Power, dan IHI Corporation.