Pertamina NRE Kembangkan Solusi Inovatif Dekarbonisasi Sektor Transportasi

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com – Dekarbonisasi di sektor transportasi memerlukan solusi inovatif. Kolaborasi Pertamina NRE dan MGH Energy akan menjajaki terobosan pengembangan e-fuels, bahan bakar yang diproduksi dari sumber energi terbarukan.

Beberapa yang termasuk dalam e-fuels adalah e-metanol dan e-SAF. E-metanol adalah bahan metanol yang diproduksi melalui kombinasi hidrogen yang dihasilkan dari elektrolisis air menggunakan energi terbarukan dan karbondioksida yang ditangkap. Methanol ataupun E methanol biasa digunakan di industri pelayaran dan industri kimia

Sementara e-SAF atau e-sustainable aviation fuel adalah bahan bakar sintetik untuk pesawat terbang yang diproduksi menggunakan proses elektrolisis dengan sumber listrik energi terbarukan seperti tenaga surya, air, ataupun angin.

CEO Pertamina NRE, John Anis mengatakan, “Seiring dengan target pemerintah yang cukup agresif dalam pembangkitan listrik dari energi terbarukan, tentu peluang pengembangan e-fuels semakin besar dan tentunya akan mendukung ketahanan dan swasembada energi nasional.”

Pemerintah baru saja mengesahkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2025 – 2034 di mana penambahan kapasitas pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan mencapai 61 persen dari total 69,5 gigawatt (GW), atau sebesar 42,6 GW.

Indonesia memiliki potensi sumber daya terbarukan yang sangat besar, dari energi surya hingga hidro, yang bisa menjadi fondasi bagi produksi e-fuels berskala industri.

MGH Energy adalah perusahaan MGH (Mobility Green Horizon) Energy adalah perusahaan asal Perancis yang fokus pada pengurangan emisi karbon di sektor transportasi, terutama di transportasi maritim dan udara. Mereka mengembangkan proyek-proyek untuk mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar sintetik terbarukan, seperti e-metanol dan e-jet, untuk mendukung transisi menuju transportasi rendah karbon.

Pertamina NRE dan MGH Energy baru saja menandatangani nota kesepahaman bersama untuk pengembangan e-fuels pada 28 Mei 2025 lalu dalam acara Forum Bisnis Indonsia-Perancis.

John menambahkan bahwa kolaborasi strategis ini tidak saja menjadi salah satu harapan untuk mengembangkan solusi inovatif bagi dekarbonisasi tapi juga berpotensi terciptanya transfer teknologi dan mempercepat bauran EBT di Indonesia

Secara global, pengembangan e-fuels dan e-SAF telah menjadi bagian dari agenda besar energi bersih di berbagai negara. Jerman, misalnya, telah mengoperasikan pabrik e-fuels skala besar di Patagonia, sementara Jepang dan Amerika Serikat mendorong riset dan insentif fiskal untuk e-SAF. Dengan terlibat dalam tren ini, Indonesia tak hanya merespons tekanan iklim global, tapi juga memanfaatkan peluang ekonomi baru yang muncul dari transisi energi.

Ke depan, dukungan dari sisi regulasi, insentif fiskal, investasi infrastruktur, serta peningkatan kapasitas SDM akan menjadi kunci keberhasilan pengembangan dan komersialisasi e-fuels di Indonesia. Jika dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi salah satu pusat produksi bahan bakar bersih terbesar di ASEAN dan mendukung kebutuhan domestik sekaligus menjawab tantangan pasar global.