Menahan Decline, Mencapai Incline Berharap Naik Tapi Secara Agregrat untuk Minyak Menurun

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com- Ada hal menarik disampaikan oleh Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Eksplorasi dan Peningkatan Produksi Migas dan Ketua Satgas Lifting Migas Nanang Abdul Manaf, bahwa SKK Migas dan KKKS telah melakukan upaya meningkatkan dan akselerasi lifting migas untuk menahan decline dan mencapai incline. Harapannya naik, tetapi secara agregrat untuk minyak masih menurun.

Nanang menyampaikan agar bisa incline, maka harus punya proyek baru yang onstream yang akan memberikan tambahan produksi secara signifikan. Mulai tahun 2026 diharapkan ada tambahan dari onstream proyek Hidayah, Genting Oil, Geng North, Andaman dan seterusnya.

“Dengan perkembangan yang ada diharapkan tahun 2025 untuk minyak sudah tidak lagi decline dan dapat masuk ke fase incline. Untuk gas fasenya sudah meningkat sejak beberapa tahun terakhir, dengan adanya kontribusi proyek yang signifikan yaitu Jambaran Tiung Biru dan juga Tangguh Train 3. Kemudian, agar target lifting tercapai, maka entry point harus bisa mendekati target di tahun tersebut,” kata Nanang saat diskusi panel dengan tema “Upaya Peningkatan Produksi dan Lifting melalui Percepatan Proyek dan Strategi Kehandalan Fasilitas”, pada sesi diskusi panel yang menjadi bagian dari kegiatan Rapat Kerja Eksploitasi Industri Hulu Migas 2025 beberapa waktu lalu.

Pada kegiatan Raker Eksploitasi Industri Hulu Migas 2025 tampil narasumber Nanang Abdul Manaf Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Eksplorasi dan Peningkatan Produksi Migas dan Ketua Satgas Lifting Migas, Taufan Marhaendrajana Deputi Eksploitasi SKK Migas, Ignatius Tenny Wibowo Senior VP Offshore Asset Medco E&P, Juan Carlos Coral L Operations Deputy Director ENI Indonesia dan juga Muhammad Nurdin Senior Vice President EMCL.

Terkait regulasi, Nanang menyampaikan bahwa Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 terkait Kerjasama Operasi (KSO) untuk sumur idle maupun lapangan idle serta sumur masyarakat, harapannya dapat berkontribusi lebih optimal dalam memberikan tambahan produksi migas.

Pembelajaran yang berharga pada sesi ini setidaknya ada 6 (enam) hal yaitu

1. Target kinerja proyek idealnya adalah on time, on budget, on scope (OTOBOS), good governance, dan QHSE excellent. Untuk mencapai target kinerja tersebut diperlukan dukungan dan kolaborasi semua fungsi, dan semua stakeholders terkait.

2. Diperlukan upaya terobosan untuk mengoptimalkan parameter-parameter pengambilan keputusan dalam FID, agar kegiatan konstruksi fasilitas produksi dan drilling dapat dilanjutkan. Pemerintah mendorong melalui kebijakan fleksibiltas T&C dalam kontrak bagi hasil, penggunaan EPF untuk percepatan produksi dan perluasan skema KSO dan sumur masyarakat, serta masih mengadopsi kebutuhan bisnis.

3. Pelaksanaan proyek secara OTOBOS dalam praktiknya memerlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan serta sinergi antara kegiatan drilling dan konstruksi fasilitas produksi.

4. Pada tahap pelaksanaan proyek (eksekusi), kinerja kontraktor yang masih belum sesuai rencana menjadi isu utama. Diperlukan langkah-langkah untuk bisa menyelesaikan isu ini sehingga kedepan kinerja proyek dapat terus diperbaiki.

5. Keberlanjutan produksi sangat dipengaruhi oleh keandalan fasilitas, dimana tingkat keandalan yang tinggi akan memastikan ketersediaan stok minyak yang optimal di titik serah.

6. Salah satu faktor kunci dalam penerimaan industri ini adalah keberhasilan proses lifting, dimana ketersediaan dan keandalan armada menjadi penentu utama tingkat keberhasilannya.