DPR Soroti Risiko Investasi Migas Tanpa Rencana Induk, Desak Pemerintah Terbitkan RUPMG

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com– Kalangan legislatif menyoroti ketiadaan Rencana Umum Penyediaan Minyak dan Gas (RUPMG) sebagai faktor yang menciptakan ketidakpastian hukum dan risiko investasi bagi para pelaku usaha di sektor migas nasional. Ketiadaan sebuah master plan jangka panjang yang mengikat dinilai membuat operator dan investor bekerja tanpa arah yang jelas, serta rawan menghadapi potensi masalah hukum di masa depan.

Mengutip website DPR, diberitakan bahwa Anggota Komisi XII DPR RI, Aqib Ardiansyah, secara tegas menyatakan bahwa kondisi ini menempatkan para pelaku usaha, termasuk BUMN, dalam posisi yang rentan.

“Di sektor ketenagalistrikan, kita memiliki RUPTL yang menjadi roadmap dan memberikan kepastian. Namun di migas, ketiadaan RUPMG membuat para profesional dan investor seolah berjalan dalam ‘ruang abu-abu’. Ini adalah sebuah risiko strategis yang harus segera dimitigasi,” tegas Aqib dalam sesi Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XII di Surabaya, Jumat (11/7/2025).

Pernyataan ini disampaikan langsung di hadapan para pengambil keputusan utama di industri, termasuk jajaran Direksi PT Pertamina (Persero), PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia, saat meninjau Proyek Strategis Nasional (PSN) Kilang GRR&P Tuban. Konteks ini menggarisbawahi bahwa proyek-proyek skala besar sekalipun berjalan di atas fondasi kebijakan yang belum kokoh.

Implikasi Bisnis dari Ketiadaan RUPMG:

  • Peningkatan Risiko Hukum: Tanpa panduan strategis yang disahkan negara, keputusan bisnis yang diambil hari ini dapat dengan mudah dipermasalahkan atau disalahartikan di kemudian hari, terutama saat terjadi pergantian kepemimpinan politik.
  • Hambatan Perencanaan Investasi Jangka Panjang: Investor memerlukan proyeksi dan komitmen negara yang jelas untuk mengalokasikan modal besar. Tanpa RUPMG, sulit untuk memproyeksikan lanskap suplai-permintaan, infrastruktur, dan kebijakan hilir secara akurat.
  • Potensi Inefisiensi: Kebijakan yang bersifat sporadis dan tidak terintegrasi dalam sebuah rencana induk berisiko menciptakan tumpang tindih dan inefisiensi dalam pembangunan infrastruktur energi nasional.

Aqib Ardiansyah mendorong Kementerian ESDM untuk memprioritaskan penyusunan RUPMG sebagai payung hukum yang melindungi sekaligus memberikan arah yang jelas bagi industri.

“Ini bukan hanya soal administrasi, ini adalah tentang memberikan kepastian dan perlindungan investasi. Pelaku usaha perlu bekerja dengan nyaman, dengan keyakinan bahwa langkah strategis yang mereka ambil hari ini didukung oleh kerangka hukum yang solid dan tidak akan dipersalahkan di masa depan,” pungkasnya.

Desakan dari DPR ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah bahwa stabilitas regulasi dan kepastian hukum adalah prasyarat mutlak untuk menjaga momentum investasi dan menjamin keberlanjutan proyek-proyek energi strategis di Indonesia.