Jakarta, ruangenergi.com – Keselamatan ketenagalistrikan penting untuk diterapkan pada properti, khususnya di sektor bangunan, hunian, dan perhotelan. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta perangkat proteksi seperti Gawai Proteksi Arus Sisa (GPAS) yang sesuai Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2020 menjadi pondasi utama untuk mencegah risiko kebakaran maupun kerusakan instalasi, sekaligus menjaga keselamatan penghuni serta keberlanjutan properti.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Standardisasi Ketenagalistrikan Hanat Hamidi pada Forum Innovation Day Bali 2025 yang mengusung tema “Powering Bali’s Sustainable Future with Net-Zero Buildings” di Nusa Dua, Bali, Rabu (3/09/25).
“Sejumlah kebakaran akibat korsleting listrik, termasuk yang menghanguskan 20 villa di Seminyak dengan kerugian Rp12 miliar, mengingatkan pentingnya perencanaan sistem kelistrikan demi keselamatan, lingkungan, dan investasi jangka panjang,” ujar Hanat.
Ia menyampaikan, pemerintah terus mendukung dan mempromosikan program-program ketenagalistrikan, khususnya terkait keselamatan instalasi listrik. Salah satunya melalui penerapan perangkat GPAS, seperti Residual Current Circuit Breaker (RCCB) dan Residual Current Circuit Breaker with Overcurrent Protection (RCBO), sesuai dengan PUIL 2020 dan diwajibkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2021.
Dengan proyeksi kebutuhan listrik rumah tangga yang diperkirakan meningkat hingga 28% pada 2060, keselamatan kelistrikan di sektor hunian akan menjadi semakin krusial, karena semakin tinggi konsumsi listrik maka semakin besar pula potensi risiko yang harus diantisipasi sejak awal.
“Pemerintah akan terus memperkuat regulasi dan memperluas sosialisasi penerapan ketenagalistrikan sebagai bagian dari komitmen untuk menurunkan risiko sengatan listrik dan kebakaran akibat listrik,” ungkap hanat.
Perekayasa Ahli Muda Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Azhar Pangarso Laksono menambahkan bahwa regulasi Bangunan Gedung Hijau (BGH) dan Bangunan Gedung Cerdas (BGC) menjadi instrumen penting dalam mengurangi emisi.
“Penerapan standar BGH dan BGC bukan sekadar regulasi teknis, melainkan instrumen strategis untuk memastikan pertumbuhan sektor properti, termasuk pariwisata di Bali, berjalan seiring dengan target Net Zero Emission 2060,” kata Azhar.
Ketua Umum Himpunan Ahli Elektro Indonesia (HAEI) Achmad Sutowo Sutopo ymenekankan pentingnya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi dalam penerapan keselamatan ketenagalistrikan. Menurutnya, transformasi menuju bangunan cerdas dan hijau tidak semata bergantung pada kecanggihan teknologi tapi juga pada kesiapan SDM.
“Teknologi hanya akan efektif bila ditopang oleh kesiapan SDM yang kompeten dan visioner. Karena itu, peningkatan kapasitas tenaga ahli elektro menjadi prioritas dalam mendukung transisi energi,” tegas Achmad.
Forum yang diselenggarakan oleh Schneider Electric Indonesia ini menjadi ruang kolaborasi pemerintah, industri, dan masyarakat untuk mempercepat terciptanya ekosistem bangunan berkelanjutan di Indonesia. Pemerintah memastikan akan terus memperkuat regulasi, memperluas sosialisasi, serta mendorong inovasi teknologi demi mewujudkan sektor hunian dan bangunan yang aman, efisien, dan ramah lingkungan.