Kolaborasi Lintas Negara, Asia Pacu Transisi Net Zero lewat CCUS

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com — Ballroom Hotel Fairmont, Jakarta, pada 10–11 September 2025 menjadi saksi pertemuan penting bagi masa depan energi bersih di Asia Pasifik. Lebih dari 260 peserta—110 hadir langsung dan sisanya mengikuti daring—berkumpul dalam Asia CCUS Network Forum ke-5.

Forum bergengsi ini digelar lewat kerja sama antara Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) selaku Sekretariat Asia CCUS Network (ACN), Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, Kementerian ESDM RI, SKK Migas, serta Indonesia Centre of Excellence for CCS and CCUS.

Acara dibuka dengan sambutan para pejabat tinggi, mulai dari Presiden ERIA Tetsuya Watanabe, Kazuo Chujo (Wakil Kepala Misi Jepang untuk ASEAN), Dirjen Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman, hingga Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno. Lewat tayangan video, Menteri METI Jepang Yoji Muto dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Lao PDR Malaithong Kommasith juga menyampaikan dukungan.

Pidato utama diisi oleh tokoh-tokoh penting, di antaranya Kepala SKK Migas Dr. Djoko Siswanto, Prof. Sanggono Adisasmito dari Indonesia Centre of Excellence for CCS and CCUS, dan Dr. Yamamoto Koji dari JOGMEC Jepang. Tak ketinggalan, pesan melalui video datang dari Mary Burce Warlick (Deputy Executive Director IEA) serta Jarad Daniels (CEO Global CCS Institute).

Fokus: CCS Lintas Negara

Forum ini menegaskan satu pesan utama: transisi menuju emisi nol bersih (net zero) di Asia tak bisa berjalan tanpa kolaborasi lintas negara dalam teknologi CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilisation, and Storage).

Lima sesi panel digelar untuk membahas:

  1. Kebijakan CCS lintas negara di Asia Pasifik

  2. Aspek komersial CCS lintas negara

  3. Teknologi pengiriman CO₂

  4. Penerapan CCUS & daur ulang karbon

  5. Kebijakan, regulasi, dan pembiayaan karbon

Sesi pertama menyoroti pentingnya kerja sama multilateral antara negara pengirim dan penerima CO₂. Kolaborasi ini dinilai kunci untuk membuktikan kelayakan CCS lintas negara sekaligus menarik minat sektor swasta.

Di sesi kedua, pelaku industri berbagi pengalaman membangun rantai pasok multi-source dan multi-sink untuk menekan risiko bisnis. Mereka menegaskan bahwa proyek CCS akan berkelanjutan bila ada koordinasi erat antara perusahaan swasta dan pemerintah.

Teknologi transportasi CO₂ menjadi sorotan di sesi ketiga. Para ahli memaparkan inovasi baru, termasuk pengiriman CO₂ bersuhu dan bertekanan rendah lewat kapal, yang bisa memangkas biaya secara signifikan.

Sesi keempat menampilkan inisiatif internasional, dari Carbon Management Challenge (CMC) hingga inovasi pemanfaatan CO₂ untuk produksi beton. Diskusi ini membuka peluang kolaborasi baru antarnegara Asia Pasifik.

Di sesi terakhir, isu regulasi dan pembiayaan dibedah tuntas. Mekanisme pasar karbon dan kredit karbon dipandang sebagai instrumen penting untuk mempercepat investasi CCS/CCUS.

Jejak Negara-Negara Asia Pasifik

Setiap negara anggota ACN menunjukkan langkah nyata.

  • Indonesia: regulasi CCS sudah ada, studi potensi penyimpanan CO₂ di saline aquifer tengah berjalan, serta perdagangan karbon mulai diterapkan.

  • Malaysia: tengah mengkaji transformasi CO₂ lintas negara.

  • Thailand: mempersiapkan lima proyek percontohan CCS/CCUS.

  • Filipina: meninjau kerangka hukum dan regulasi dengan dukungan Asian Development Bank.

  • Australia: telah memiliki dua proyek komersial CCS dan 17 izin penyimpanan gas rumah kaca di lepas pantai, serta menjajaki proyek lintas batas.

Platform Kolaborasi Jangka Panjang

Sejak lahir pada 2021, Asia CCUS Network menjadi platform utama berbagi pengetahuan, memetakan potensi penyimpanan CO₂, hingga menyusun rantai nilai karbon. Forum ke-5 di Jakarta menegaskan kembali komitmen itu.

“CCUS bukan sekadar wacana teknis, tapi fondasi penting untuk memastikan transisi energi Asia berjalan adil, terjangkau, dan berkelanjutan,” ujar salah satu pembicara.

Dengan semakin kuatnya sinergi lintas negara, forum ini membawa optimisme bahwa Asia Pasifik bisa menjadi pionir dalam membangun ekonomi rendah karbon melalui CCS/CCUS.