Jakarta, ruangenergi.com— Presiden Prabowo Subianto memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Senin (15/9). Agenda pertemuan ini menyoroti percepatan program transisi energi nasional, khususnya pembangunan energi terbarukan berbasis tenaga surya.
“Kita mau bangun solar panel yang satu desa itu 1 sampai 1,5 gigawatt. Jadi ke depan itu kita akan bangun kurang lebih sekitar 80 sampai dengan 100 gigawatt. Itu yang tadi kita bahas teknis,” ujar Bahlil kepada awak media, dikutip dari website Presidenri.
Menurutnya, skema besar ini membutuhkan dukungan investasi asing, mengingat kapasitas produksi industri panel surya di dalam negeri masih terbatas. Pemerintah, lanjut Bahlil, mendorong pola kemitraan antara pengusaha nasional, BUMN, dan investor internasional.
“Karena soal panel 100 gigawatt itu kan cukup besar, sementara kapasitas industri kita di sini hanya satu tahun tidak lebih dari 5 gigawatt. Nah, oleh karena itu pasti kita akan mencari investor asing dan bisa berkolaborasi dengan pengusaha-pengusaha nasional dan BUMN kita, termasuk di dalamnya PLN,” jelasnya.
Tak hanya soal energi terbarukan, pembahasan juga menyentuh kelanjutan negosiasi pemerintah dengan PT Freeport Indonesia. Bahlil menyebut, kesepakatan awal terkait penambahan saham pemerintah sebesar 10 persen kini berkembang lebih besar dari rencana semula.
“Awalnya kan kita sepakat untuk penambahan saham 10 persen Freeport, tapi tadi berkembang negosiasi yang insyaallah katanya lebih dari itu. Saya diminta untuk melakukan komunikasi percepatan dan kalau itu sudah fix, insyaallah Freeport akan kita pertimbangkan untuk kelanjutan kontrak,” ungkapnya.
Dengan target ambisius 100 gigawatt energi surya dan potensi tambahan saham Freeport, arah kebijakan energi di bawah pemerintahan Prabowo dipastikan bakal menjadi sorotan utama, baik di tingkat nasional maupun global.