Permudah Berusaha Hilir Migas, Ditjen Migas Sosialisasikan Perizinan Penyimpanan LPG

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com — Pemerintah terus memperkuat tata kelola sektor migas guna memastikan distribusi energi yang aman dan andal bagi masyarakat. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah penyederhanaan proses perizinan melalui penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Sebagai tindak lanjut, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) menggelar Sosialisasi Perubahan Skema Perizinan Untuk Kegiatan Penyimpanan LPG dengan Fasilitas Bottling Plant secara hybrid bertempat di Hotel Ayana Mid Plaza, Jakarta, Jumat (19/09).

Kegiatan Sosialisasi yang dihadiri oleh masing-masing perwakilan dari PT Pertamina Patra Niaga dan Badan Usaha SPBBE dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia, bertujuan agar para pelaku usaha dapat memahami secara menyeluruh substansi perubahan perizinan dan menyesuaikan seluruh aspek operasional, mulai dari proses perizinan, pengelolaan fasilitas, hingga kewajiban pelaporan, sesuai ketentuan terbaru yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 2025.

Dalam sambutannya, Plt. Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas dalam hal ini diwakili oleh Edward Gorasinatra selaku Subkoordinator Pelayanan Perizinan Gas Bumi menyampaikan bahwa salah satu dasar perubahan PP No. 28 Tahun 2025 adalah untuk memudahkan para pelaku badan usaha dalam hal pengurusan izin.

“Adapun perbedaan peraturan yang sebelumnya dengan PP terbaru ini, dahulu Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas mengampu kegiatan pengangkutan minyak dan gas bumi, saat ini kegiatan pengangkutan yang tidak melalui pipa sudah diampu oleh Kementerian yang menaungi. Hal ini agar memudahkan para perlaku usaha untuk kepengurusan izin karena saya juga dapat keluhan dari Badan Usaha bahwa izinnya terlalu banyak yang harus diurus untuk pengangkutan,” jelas Edward.

Kegiatan sosialisasi ini dilanjutkan dengan paparan dan diskusi mengenai “Skema Usaha Pengangkutan dan/atau Penyimpanan dengan Fasilitas Bottling Plant”. Dalam paparannya, Edward menyoroti implikasi teknis perubahan izin bagi Badan Usaha yang sebelumnya memegang izin pengangkutan dengan fasilitas bottling plant.

“Izin pengangkutan dengan fasilitas bottling plant yang masih berlaku tetap diakui hingga masa berlakunya habis, namun untuk perpanjangan atau penyesuaian sarana seperti skid tank, pelaku usaha wajib mengajukan izin usaha penyimpanan sesuai KBLI 52104. Proses permohonan harap dilakukan melalui sistem OSS dan target penyelesaian delapan hari kerja. Pelaku usaha juga diharapkan menyiapkan dokumen seperti NIB, izin lokasi, dan dokumen lingkungan secara lengkap dan sesuai dengan ketentuan baru untuk memperlancar prosesnya,” jelas Edward.

Dalam kesempatan yang sama, Dian Apriyani selaku Subkoordinator Pengawasan Usaha Hilir Migas menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan.

“Pemegang izin penyimpanan dengan fasilitas bottling plant  wajib melaporkan kegiatan usahanya setiap tiga bulan sekali atau sewaktu-waktu bila diminta. Konsistensi satuan dan keakuratan data sangat krusial. Keterlambatan perpanjangan atau ketidakpatuhan pelaporan dapat memicu sanksi administratif, mulai dari teguran hingga penghentian kegiatan usaha.” ujar Dian.

Dengan diselenggarakannya sosialisasi ini, Ditjen Migas berharap para pelaku usaha tidak hanya dapat menyesuaikan diri dengan regulasi terbaru, tetapi juga mampu menjaga dan meningkatkan standar keselamatan dalam setiap tahapan operasional. Selain itu, kegiatan ini bertujuan memastikan layanan penyimpanan dan distribusi LPG dapat berlangsung secara aman, andal, efisien, dan berkelanjutan, sehingga dapat mendukung keberlangsungan industri energi nasional.