kementerian esdm

Ini Kata Mesdm Bahlil Lahadalia tentang Freeport Indonesia dan lain-lain

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com—Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menggebrak kabar terbaru terkait rencana perpanjangan izin dan penambahan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI). Dalam konferensi pers mendadak, Jumat (26/09/2025), Bahlil memastikan pemerintah tengah bernegosiasi untuk menambah porsi saham negara di atas 10%.

Keputusan penting ini disebut Bahlil merupakan amanat dari Presiden untuk menjamin keberlanjutan produksi PTFI, yang eksplorasinya di tambang underground membutuhkan waktu 10-15 tahun.

“Kalau tidak segera kita perpanjang, maka puncak produksi daripada Freeport ini itu di 2035. Begitu di 2035 dia akan menurun, dampaknya kepada produktivitas dari para perusahaan dan juga pendapatan negara,” tegas Bahlil

Tak hanya memperkuat kendali negara, Bahlil mengungkapkan sebagian dari saham tambahan tersebut akan disalurkan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua. Jatah saham untuk Papua ini, kata Bahlil, akan terjadi pasca tahun 2041.

“Saham ini adalah sebagian dikasih kepada BUMD Papua, dan ini terjadi nanti di Pasca 2041. Dan ini supaya apa? Supaya eksplorasi bisa dilakukan,” jelasnya.

Menariknya, Bahlil menegaskan bahwa penambahan porsi saham ini ditargetkan tanpa nilai valuasi atau dengan nilai sangat kecil. Ia telah meminta agar angka tersebut diberikan semurah-murahnya kepada pemerintah, khususnya kepada BUMD Papua dan MIND ID. Rapat final untuk memuluskan penambahan saham ini ditargetkan selesai pada awal Oktober 2025.

Fokus Evakuasi Korban Longsor, Produksi Freeport Belum Sentuh Sanksi

Di sisi lain, Bahlil juga memberikan perkembangan terbaru mengenai musibah longsor di tambang underground Freeport yang terjadi baru-baru ini. Ia memastikan bahwa seluruh aktivitas produksi telah dihentikan total dan fokus manajemen saat ini adalah pada pencarian dan evakuasi para pekerja yang terjebak.

“Kita sudah memutuskan untuk menyetop seluruh aktivitas produksi… tetap masih fokus untuk mencari saudara-saudara kita pekerjaan yang masih belum ditemukan. Sudah tentu, kejadian ini, karena produksi dalam waktu hampir tiga minggu ini tidak terjadi, pasti berdampak pada produktivitas dan dampaknya juga kepada pendapatan,” ujar Bahlil.

Mengenai potensi sanksi dari Kementerian ESDM, Bahlil menyatakan pihaknya belum akan memikirkannya saat ini. Prioritas utama adalah evakuasi korban. “Saya belum memikirkan sanksi, saya memikirkan dulu untuk bagaimana korban dievakuasi dulu… Sanksi itu muncul kalau ada evaluasi, tapi sampai sekarang belum ada evaluasi,” tegasnya.

Penekanan Serius Mineral Strategis LTJ

Dalam keterangan pers tersebut, Bahlil juga memberikan penekanan serius pada komoditas mineral strategis, yakni Logam Tanah Jarang (LTJ). Ia menegaskan, berdasarkan arahan Presiden, seluruh turunan dari hasil proses pengolahan timah, yang mengandung LTJ, tidak bisa diekspor.

“Sudah saya perintahkan, sudah saya buat keputusan, bahwa seluruh turunan daripada hasil proses timah itu tidak bisa diekspor. Dilindungi semuanya. Dan ditempatkan pada tempat yang baik, karena itu akan dikuasai oleh negara,” kata Bahlil.

LTJ, yang dinilai sebagai komoditas sangat strategis dan berharga mahal, akan dikaji lebih lanjut nilai tambahnya oleh Badan Industri Mineral yang baru dibentuk. Kebijakan ini merupakan langkah negara untuk menguasai dan memaksimalkan manfaat dari mineral kritis tersebut.

190 Izin Tambang Disuspensi: Kunci Pembukaan Ada di Jaminan Reklamasi

Isu ketertiban usaha tambang juga menjadi sorotan. Bahlil membeberkan alasan di balik penangguhan (suspensi) terhadap 190 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Intinya, penghentian sementara itu dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut belum memenuhi kewajiban membayar jaminan reklamasi (JR).

“Sebenarnya kuncinya cuma satu saja, simpel itu. Bayar jaminan reklamasi,” ungkap Bahlil.

Menurutnya, jaminan reklamasi ini adalah uang titipan perusahaan, bukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang berfungsi sebagai penjamin agar negara tidak direpotkan untuk melakukan reklamasi pascatambang. Syarat ini menjadi penting karena pengalaman di masa lalu menunjukkan banyak area tambang yang sudah selesai ditinggalkan tanpa direklamasi, membuat negara yang menanggung beban perbaikan lingkungan.

Jika perusahaan yang disuspensi telah membayar jaminan reklamasi, mereka bisa kembali beroperasi. Suspensi ini mencakup sisa waktu saat ini dan untuk pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2026.