Balikpapan, Kaltim, ruangenergi.com— PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) memastikan proyek raksasa Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan terus melaju kencang. Progresnya kini sudah mencapai 96,5 persen dan resmi memasuki fase krusial: uji coba peralatan (commissioning) dan awal pengoperasian (start-up).
Pencapaian ini sekaligus menjawab kritik Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang sebelumnya mengkritik Pertamina dinilai lambat membangun kilang baru.
Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, menyatakan fase uji coba ini menjadi penentu. “Saat ini, RDMP Balikpapan dan Lawe-Lawe memasuki fase krusial menuju tahap uji coba peralatan dan awal pengoperasian kilang,” ujar Taufik pada Rabu (1/10/2025).
Terminal Lawe-Lawe, yang berfungsi sebagai tempat penerimaan dan penyimpanan minyak mentah untuk kilang Balikpapan, juga terintegrasi dalam progres 96,5 persen ini.
Proyek RDMP Balikpapan memiliki tiga target utama yang sangat penting bagi ketahanan energi nasional, yakni
- Peningkatan Kapasitas: Mengolah minyak mentah dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari.
- Kualitas BBM: Meningkatkan kualitas produk dari standar Euro 2 menjadi standar Euro 5 yang jauh lebih ramah lingkungan.
- Efisiensi: Meningkatkan kompleksitas kilang, yang artinya kilang akan lebih efisien dan mampu mengolah minyak mentah beragam.
Taufik menuturkan, sejumlah fasilitas utama telah berhasil start-up, di antaranya:
- Unit pengolahan minyak mentah (crude).
- Fasilitas tangki penyimpanan crude dan pipeline Lawe-Lawe.
- Utilitas utama seperti cooling tower dan Gas Turbine Generator (GTG).
- Unit baru Saturated LPG Treater untuk membersihkan LPG dari zat pengotor.
Unit utama lainnya, Residue Fluid Catalytic Cracking (RFCC), direncanakan akan beroperasi pada Kuartal IV tahun ini. Unit RFCC ini sangat strategis karena akan mengolah residu menjadi produk bernilai tinggi seperti gasoline, LPG, dan bahan baku plastik.
Selain BBM yang lebih bersih, proyek ini juga akan meningkatkan produksi LPG secara signifikan, yaitu dari 48.000 ton per tahun menjadi 384.000 ton per tahun. Kenaikan ini berpotensi menurunkan impor LPG sekitar 4,9 persen, yang akan menguatkan kemandirian energi dan ekonomi nasional.
“Proyek ini akan berkontribusi langsung dalam memperkuat ketahanan ekonomi, melalui peningkatan kapasitas kilang dan kemandirian pasokan energi,” tutup Taufik. Proyek ini juga disebut telah menyerap hingga 24.000 tenaga kerja pada masa puncak konstruksi, memberikan dampak positif besar bagi ekonomi lokal.