Dirjen Migas Buka Suara: Amankan Pasokan BBM Pasca-Insiden Kilang Hingga Tegaskan Posisi Etanol!

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta , ruangenergi.com– Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, tampil di hadapan wartawan, Jumat (3/10/2025), untuk menjawab berbagai isu panas sektor energi, mulai dari kepastian pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) usai insiden di kilang Pertamina hingga polemik pencampuran etanol dalam BBM.

Dirjen Laode menjamin, meski ada insiden di kilang ,operasi secara keseluruhan tidak terganggu.

“Pasokan dari kilang Dumai juga masih tetap. Jadi semuanya masih terkendali lah,” tegas Laode. Ia memastikan insiden tersebut, yang informasinya sudah diterima sejak tengah malam, tidak mengganggu operasional. Namun, Dirjen meminta maaf belum bisa menyampaikan hasil investigasi tim yang diturunkan ke lapangan terkait insiden tersebut. “Kita harus dapat laporan lengkapnya dulu baru bisa kita sampaikan.”

Dalam upaya mengamankan stok BBM, terutama di tengah ketidakpastian negosiasi dengan Badan Usaha (BU) Swasta, Dirjen Migas mengonfirmasi bahwa kargo impor BBM tahap kedua sudah tiba.

“Mengargo-kargo yang kedua itu udah sampai atau belum? Sudah. Sudah sampai, jumlahnya mana? Sama dengan kargo pertama,” kata Laode. Ia menyebutkan volume kargo kedua ini sama dengan yang pertama, yaitu sekitar 100 ribu (diduga barel atau ton). Kargo ini dikabarkan masuk per tanggal 2 Oktober, sesuai informasi dari Pertamina.

Terkait kesepakatan dengan Badan Usaha lain (BU Swasta) mengenai pasokan base fuel (bahan baku BBM), Dirjen berencana mendapatkan detail lengkap dalam rapat sore hari.

Dirjen Laode juga memberikan pandangan tegas terkait isu pencampuran etanol dalam BBM, sebuah topik yang belakangan menjadi sorotan. Ia menegaskan, dalam spesifikasi teknis Migas, yang diatur adalah nilai RON (Research Octane Number), bukan kandungan etanol.

“Kalau di dalam spesifikasi kan yang kita atur RON-nya. Jadi kita nggak ada menulis etanol berapa. Kenapa? Karena kita kan ini bensin, bukan biogasoline ya,” jelasnya.

Menurut Laode, etanol secara internasional sudah banyak digunakan, bahkan bisa meningkatkan performa. Ia memberikan analogi yang unik:

“Cuma di sini ibaratnya kalau kita jual pisang goreng. Butiran garamnya ini etanol. Jadi sama-sama enak, malah lebih enak. Tapi yang tadi bilang, ‘Saya pesannya pisang goreng, nggak ada butiran-butiran garam.’ Gitu lah kurang lebih. Maksudnya emang masalah komunikasi, masalah kesepakatan.”

Ia juga mencontohkan negara-negara lain seperti Brasil yang sudah memakai Etanol (E) di atas 20% dan bahkan Shell di Amerika Serikat juga menggunakan BBM campur etanol. Dirjen menekankan, base fuel tetap akan terpakai oleh Pertamina sendiri, namun BU Swasta harus membuat pilihan agar tidak terjadi kekosongan stok hingga akhir tahun jika kesepakatan mengenai base fuel tak tercapai.

Dalam perkembangan lain, Dirjen Migas mengumumkan pembatasan ketat pada program Sumur Minyak Masyarakat.

“Per 2 Oktober kemarin, data Sumur Masyarakat tidak boleh lagi ditambah,” tegas Laode.

Data awal yang diterima ESDM adalah sekitar 34.000 sumur, dan saat ini sudah memasuki tahap verifikasi untuk memastikan kebenaran lokasi, potensi, dan koordinat. Status sumur-sumur ini hingga kini belum ada yang legal.

Legalitas sumur-sumur ini akan diatur melalui Permen ESDM No. 14 Tahun 2025. Proses legalisasi akan diikuti dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) yang melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Aparat Penegak Hukum untuk memastikan aspek keselamatan (K3S) dan lingkungan.

“Begitu kita sudah legalkan, harus mengikuti aturan-aturan keselamatan yang berlaku di industri migas,” tutup Laode, menekankan bahwa minyak dari sumur legal nantinya harus dijual ke sumber resmi (K3S) agar bisa dihitung sebagai tambahan lifting migas nasional.