Jakarta – Di tengah darurat sampah yang kian mengkhawatirkan, pemerintah mengambil langkah tegas dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025. Aturan baru yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 10 Oktober 2025 ini menjadi babak baru dalam penanganan sampah perkotaan, mengubahnya dari masalah menjadi sumber energi terbarukan melalui teknologi ramah lingkungan.
Perpres ini terbit sebagai jawaban atas kondisi kritis pengelolaan sampah nasional. Data tahun 2023 menunjukkan Indonesia menghasilkan 56,63 juta ton sampah per tahun, di mana 60,99% di antaranya belum terkelola dan berakhir di tempat pembuangan terbuka (open dumping). Kondisi ini telah memicu pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, dan status “kedaruratan sampah” di banyak wilayah perkotaan.
Perpres 109 Tahun 2025 ini secara resmi mencabut dan menggantikan Perpres Nomor 35 Tahun 2018 yang dinilai tidak berjalan efektif dalam mempercepat pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik.
Terobosan Harga Listrik dan Peran BUMN
Salah satu terobosan paling signifikan dalam aturan baru ini adalah kepastian investasi bagi para pengembang. Pemerintah menugaskan PT PLN (Persero) untuk wajib membeli listrik yang dihasilkan dari Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).
Harga pembelian listrik ditetapkan sebesar USD 0.20 (dua puluh sen Dolar Amerika Serikat) per kWh untuk semua kapasitas. Harga ini bersifat final, berlaku tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi selama 30 tahun masa kontrak, memberikan jaminan yang kuat bagi investor.
“Harga dituangkan dalam PJBL (Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi harga,” demikian bunyi Pasal 19 ayat (6) huruf a dalam peraturan tersebut.
Proses pemilihan pengembang PSEL (BUPP PSEL) kini akan terpusat melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan BUMN terkait, yang akan melakukan kajian teknis dan keekonomian serta pemilihan mitra.
Syarat Ketat bagi Daerah
Tidak semua daerah bisa langsung membangun PSEL. Pemerintah menetapkan kriteria yang harus dipenuhi oleh kabupaten/kota, di antaranya:
- Volume Sampah: Mampu menyalurkan sampah minimal 1.000 ton per hari secara konsisten.
- Anggaran: Memiliki alokasi dan realisasi APBD yang memadai untuk pengumpulan dan pengangkutan sampah.
- Lahan: Menyediakan lahan siap pakai untuk pembangunan PSEL dengan mekanisme pinjam pakai tanpa biaya bagi pengembang.
- Komitmen Regulasi: Memiliki komitmen untuk menyusun peraturan daerah tentang retribusi pelayanan kebersihan.
Bukan Hanya Listrik, Ragam Energi Terbarukan Disiapkan
Selain PSEL yang menjadi fokus utama, Perpres ini juga membuka jalan bagi pengembangan sampah menjadi bentuk energi terbarukan lainnya. Ini termasuk:
- PSE Bioenergi: Mengolah sampah menjadi biomassa dan biogas.
- PSE Bahan Bakar Minyak Terbarukan: Mengolah sampah menjadi bahan bakar berbentuk cair.
- PSE Produk Ikutan Lainnya: Membuka peluang untuk inovasi produk turunan lainnya dari pengolahan sampah.
Dengan diterbitkannya Perpres 109 Tahun 2025, pemerintah tidak hanya bertujuan mengatasi darurat sampah yang mendesak , tetapi juga mendorong kemandirian energi nasional dan menerapkan prinsip polluter pays principle, di mana setiap penghasil sampah bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkannya.