Era Baru Energi Hijau: Pemerintah Dorong Harga Kompetitif, Investor Asing Melirik

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com — Riki Ibrahim, mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) periode 2016–2022, menilai terbitnya Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 sebagai tonggak penting dalam transformasi energi nasional. Regulasi yang mengatur pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan berbasis teknologi ramah lingkungan itu disebutnya sebagai bukti nyata komitmen pemerintah dalam mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.

Indonesia diperkirakan segera akan memasuki era baru dalam sektor energi terbarukan, dengan harga pembelian tenaga listrik (feed-in tariff) yang menembus dua digit atau sekitar USD 20 sen per kWh. Kebijakan harga ini dinilai akan menjadi pemicu masuknya investasi asing secara masif ke industri energi bersih nasional.

Riki Ibrahim, yang kini mengajar di Program Magister Energi Terbarukan Universitas Darma Persada, menilai tren tersebut sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah semakin serius mempercepat transisi menuju energi bersih dan memperkuat fondasi investasi hijau nasional.

“Pemerintah menunjukkan langkah konkret dalam mempercepat pemanfaatan energi terbarukan,” ujarnya. Ia menambahkan, langkah ini sejalan dengan visi nasional yang menargetkan 100 persen bauran energi terbarukan pada tahun 2035, sebagaimana telah disampaikan dalam berbagai pemberitaan terkini.

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) merupakan lembaga yang bertugas melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan dan optimalisasi aset BUMN, khususnya pada sektor strategis seperti energi terbarukan.

Dengan mandat tersebut, BPI Danantara diharapkan mampu memperkuat sinergi antar-BUMN dan mempercepat investasi pada proyek-proyek energi bersih nasional. Ke depan, PLN yang kini menjadi bagian dari holding dan memiliki sumber pendanaan serta dividen sendiri, akan berada di bawah pengelolaan Danantara. Kebijakan ini sejalan dengan penegasan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, bahwa tanggung jawab BUMN — termasuk soal utang proyek Kereta Cepat Whoosh — tidak lagi dibebankan kepada pemerintah.

Lanjut Riki, “teknologi energi terbarukan berkapasitas tinggi seperti PLTP, PLTA, PLTS+BESS, dan PLTB+BESS dinilai layak memperoleh harga jual listrik dua digit seiring keluarnya Perpres 109/2025. Selama ini, aturan Perpres 122/2022 dianggap belum mencerminkan keekonomian proyek, terutama di wilayah yang minim infrastruktur dan belum memiliki jaringan transmisi”.

Banyak pengembang swasta (IPP) mengaku kesulitan mengikuti tender karena masih terikat pada ketentuan dalam Perpres 122/2022.

“Tanpa penyesuaian kebijakan harga dan perluasan dukungan investasi, target pemerintah mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2035 akan sulit tercapai, apalagi jika fokus hanya pada proyek pengelolaan sampah menjadi energi tanpa mengoptimalkan potensi besar PLTP, PLTA, PLTS+BESS, dan PLTB+BESS,” ujar Riki Ibrahim menutup ulasannya.