Pertamina EP Ungkap Tantangan Lifting Minyak, DPR Soroti Lambatnya Perizinan

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com— Rapat dengar pendapat antara Komisi XII DPR RI dan jajaran hulu Pertamina, Rabu (12/11/2025) berlangsung menarik dan penuh interupsi, banjir pertanyaan.

Dalam pertemuan tersebut, Rachmat Hidajat, Direktur Utama Pertamina EP Regional Jawa, menyampaikan kondisi terkini produksi migas serta berbagai hambatan struktural yang selama ini menghambat peningkatan lifting nasional.

Rachmat menegaskan bahwa seluruh data produksi unit-unit hulu Pertamina—mulai dari Pertamina Hulu Energi, Pertamina EP, Pertamina Hulu Rokan, Pertamina EP Cepu hingga Senoro—telah terintegrasi dalam paparan SKK Migas. Namun, anggota Komisi XII DPR RI Ramson Siagian meminta penjelasan lebih spesifik dari para operator mengenai hambatan teknis dan non-teknis yang menyebabkan produksi nasional “mandek” di level sekitar 600 ribu barel per hari.

“Jangan mulus-mulus saja. Kalau begitu, tidak mungkin lifting kita tidak bergerak. Kita perlu tahu hambatannya apa, termasuk perizinan yang makan waktu tahunan,” ujar Ramson, yang juga Doktor di bidang Energi.

Produksi Pertamina EP Naik 4%, Tapi Natural Decline Sentuh 30%

Dalam paparannya, Rachmat Hidajat menyampaikan bahwa Pertamina EP saat ini memproduksikan 68.500 BOPD, meningkat 4% dibanding tahun 2024 yang berada di kisaran 65.000 BOPD. Untuk tahun depan, SKK Migas menargetkan peningkatan sekitar 10% sehingga produksi dapat menembus 75.000 BOPD.

Namun, ia menegaskan sejumlah tantangan besar, yakni lapangan dan fasilitas yang menua, termasuk aset-aset tua yang membutuhkan intervensi berkelanjutan. Natural decline mencapai 30%, sehingga mempertahankan produksi saja sudah sangat menantang. Kendala perizinan dan pembebasan lahan, terutama terkait LP2B, IPBKH, dan Amdal, yang prosesnya dapat mencapai 14–15 bulan.

“Kami sudah mulai melakukan perizinan untuk kebutuhan 2026 sejak tahun ini, agar tidak terhambat. Namun tetap saja prosesnya panjang,” beber Rachmat yang duduk bersebelahan dengan Whisnu Bahriansyah, Direktur Manajemen Risiko Pertamina Hulu Energi saat RDP di DPR.

DPR Menyoroti Masalah Manajerial dan Pembagian Wilayah Kerja

Sorotan lain dari Komisi XII adalah masalah pembagian wilayah kerja dan struktur organisasi Pertamina EP. Para legislator mempertanyakan mengapa Pertamina EP disebut memiliki aset di berbagai wilayah Indonesia sementara secara internal perusahaan berada di bawah Regional Jawa.

“Jangan terlalu luas sehingga tidak fokus. Region dibagi itu untuk memastikan pengelolaan lebih tajam,” kritik salah satu anggota dewan.

Mereka meminta subholding PHE mengevaluasi ulang struktur dan fokus wilayah kerja agar kegiatan operasi lebih efektif.

DPR Minta PHE dan Operator Paparkan Hambatan dengan Jelas

Menutup rapat, Bambang Patijaya sebagai pimpinan rapat Komisi XII DPR yang sekaligus Ketua Komisi,  meminta Pertamina EP, Pertamina Hulu Rokan, dan Pertamina EP Cepu untuk menjabarkan dengan rinci: Hambatan spesifik di masing-masing wilayah kerja. Strategi menekan natural decline.Rencana percepatan produksi. Penyederhanaan proses perizinan bersama SKK Migas dan Kementerian ESDM

PHE dan seluruh operator hulu diharapkan mampu merumuskan solusi konkret agar lifting nasional dapat terdorong naik sesuai arahan Presiden Prabowo yang menempatkan keamanan dan kedaulatan energi sebagai prioritas.