Jakarta, ruangenergi.com- Deputi Keuangan dan Komersialisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Kurnia Chairi mengatakan ada gas yang tidak termanfaatkan saat ini di Indonesia.
Contohnya, ada produksi gas dari Lapangan Jambaran, Tiung Biru (JTB) yang terus meningkat jumlahnya, namun ada kendala dalam penyerapan gasnya. Termasuk di Lapangan Madura BD yang dioperasikan HCML di Jawa Timur namun demandnya ada di bawah.
“Ternyata di suatu wilayah kerja, atau lapangan itu ada yang dikembangkan lebih lanjut dengan cepat berpotensi, nah ini bisa kita petakan. Data-datanya dan kita bisa melihat ada ‘gap’ di situ yang bisa di deliver ke daerah lain,” kata Kurnia menjawab pertanyaan ruangenergi.com saat konfrensi pers di kantor SKK Migas, Jumat (14/06/2024), di Jakarta.
Mengenai masalah harga gas, Kurnia bercerita, untuk menentukan besaran berdasarkan keekonomian wilayah kerja. Tentu, kalau memang sektor-sektor khusus yang memang eligible untuk mendapatkan implementasi Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), itu berproses bagaimana yang ada.
“Pada saat awal kita diskusikan untuk mendapatkan kesepakatan harga dengan posisi dari K3S ingin mempertahankan keekonomian lapangannya. Keekonomian lapangan, kita melihat prospek pasar yang ada, bertemu antara supply dan demand sehingga terbentuklah harga. Namun, dalam hal ini pemerintah juga menentukan memberikan kebijakan HGBT,” papar Kurnia.
Kurnia menuturkan, dia melihat pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang tahap I sudah selesai dan sekarang masuk ke tahap dua, SKK Migas berharap di tahun 2025 pipa gas tersebut bisa selesai dan dimanfaatkan angkut gas di tahun 2026.
“Kalau pipa utama sudah disiapkan, dan dikelola oleh BLU (Badan Layanan Umum) tentu tarifnya bisa efisien bagi para buyer,”ungkap Kurnia.