Ahli ITB Rekomendasikan Penggunaan BBM Beroktan Tinggi

 

Jakarta, Ruangenergi.com – Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan oktan yang lebih tinggi akan lebih baik untuk pengguna kendaraan bermotor karena akan menghindarkan mesin dari kondisi detonasi atau pembakaran yang tidak terkontrol dan tidak tepat pada waktunya.

Hal ini dikatakan Ahli Konversi Energi dari Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung, Tri Yuswidjajanto Zaenuri saat dihubungi Ruangenergi.com, Rabu (24/6) sore. “Seharusnya pembakaran di ruang bakar mesin motor itu terjadi ketika businya menyala yang kemudian akan merambat ke tempat lain,” katanya.

“Namun dalam kasus oktan rendah, pembakaran bisa terjadi di tempat lain dan gelombang pembakaran tadi akan bertabrakan dengan sumber lain yang akan menyebabkan detonasi atau yang biasa kita kenal dengan mesin menggliitik,” tambah Prof.Tri.

Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk menggunakan bahan bakar dengan oktan yang lebih tinggi, karena selain bagus untuk perawatan mesin kendaraan, juga menghasilkan emisi gas buang yang lebih kecil.

Lebih jauh ia mengungkapkan, bahwa antara spesifikasi bahan bakar dengan emisi gas buang juga ada hubungan seperti yang sudah diatur di dalam standar internasional World Wide Fuel Charter (WWFC).

“Kalau spesifikasi sudah diatur di dalam standar internasional WWFC di mana ada ketentuan kalau regulasi emisi gas buang Euro 4 maka spesifiksi bahan bakar harus katagori 3 atau 4, itu sudah ada ketentuannya,” jelas Prof Tri.

“Di dalam ketentuan WWCF tersebut, sama sekali tidak direkomendasikan untuk menggunakan premium atau bahan bakar lain dengan RON di bawah RON 91,” tambah dia.

Namun menurut Prof Tri, setiap kendaraan telah memiliki hitungan rasio kompresi mesin. Hasil dari hitungan tersebut menentukan jenis BBM yang harus digunakan. “Jadi tinggal disesuaikan saja dengan data spek, tapi kalau pakai bahan bakar dengan oktan yang terlalu tinggi justru tidak baik untuk kendaraan yang tidak sesuai,” ujarnya.

Sebagai contoh, kata dia, mobil dengan rasio kompresi mesin di atas 10:1 harusnya sudah pakai RON 92 atau setara Pertamax. Sementara untuk yang di atas 11:1 atau 12:1 tentu harus pakai yang oktan lebih tinggi.

“Lebih baik memgikuti anjuran pabrikan, karena mereka yang telah mengatur engine management seperti apa, kompresinya, dan lain-lain,” ucapnya.

Terkait emisi gas buang yang lebih kecil dihasilkan oleh bahan bakar dengan oktan yang lebih tinggi menurutnya akan lebih baik untuk kesehatan manusia dan memnuat lingkungan lebih terjaga.

“Jadi harapan agar masyarakat mau beralih menggunakan BBM ber-oktan lebih tinggi ini selain untuk perawatan mesin kendaraan, jugs berdampak lebih baik bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan terutama untuk generasi mendatang. Karena yang akan merasakannya nanti adalah anak cucu kita nanti,” pungkasnya.

Terpisah pegiat lingkungan dari Universitas Winaya Mukti, Dr.Ir. Ishak Tan MSi mengatakan, PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN Strategis dalam menyalurkan BBM harus bertransformasi dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan hidup dalam semua bisnisnya mulai dari hulu sampai hìlir.

“Salah satu yang bisa dilakukan adalah melalui sosialisasi dan edukasi secara intens tentang penggùnaan BBM ramah lingkungan,” kata Ishak saat bincang-bincang dengan Ruangenergi.com di Jakarta, Kamis (25/6).

Menurut dia, harus ada terobosan dalam bentuk insentif dan nilai tambah bagi para penganjur dan pengguna BBM ramah lingkungan. “Pertamina sebagai operator bisnìs kelas dunia diharapkan mampu mengedepankan keseimbangan pertumbuhan antara ekonomi dan lingkungan hidup,” ungkapnya.

“Selama ìni kita terlalu mengejar pertumbuhan dan kerap mengabaikan keseimbangan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lìngkungan akibat berbagai aktivitas industri termasuk sektor transportasi,” lanjut Ishak.

Lebih jauh mengatakan, bahwa pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran berharga bagi penduduk bumi, bahwa selama ini pembangunan lebih cenderung mengedepankan manusia daripada alam dan lingkungan. “Dan saya melihat Pertamina punya peluang besar menjadi agen pembaharuan tatanan bisnìs baru pasca Covid-19 melalui produk-produk yang memilikì nilai tambah ekonomi dan juga lingkungan.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *