Jakarta,ruangenergi.com– Berhembus kabar bahwa Indonesia dan Malaysia akan duduk bersama menentukan kelanjutan nasib dari blok minyak dan gas Ambalat yang berada di Kalimantan Utara.
Menurut praktisi migas Rudi Rubiandini, sudah saatnya Indonesia dan Malaysia bersama-sama duduk membahas kelanjutan nasib dari blok migas Ambalat yang berada di perbatasan kedua negara.
Kalau lihat kondisi saat kini tidak ada cara lain melihat Blok Ambalat itu harus dikerjasamakan antara Indonesia dengan Malaysia.
Demikian pendapat dari praktisi minyak dan gas Rudi Rubiandini dalam bincang santai bersama ruangenergi.com,Selasa (21/02/2023) di Jakarta.
“Kalau kita mau ambil sendiri, eksplorasi sendiri pakai uang siapa? Pengusaha-pengusaha internasional kan sudah tidak ada di Indonesia. Satu-satunya cara ya dikerjasamakan.Hak kelola atau operatorshipnya bagaimana? Kalau operatorshipnya bisa dari mana saja hanya saja daerah itu dikerjasamakan dengan daerah tetangga itu, bersama bisa diatur sisi pembagian keuntungan dan kepada siapa report si operatornya,” ucap Rudi yang pernah duduk di kursi Kepala SKK Migas sejak 15 Januari 2013 sampai dengan 14 Agustus 2013 lalu.
Ketika ruangenergi.com kepada dirinya apakah lebih banyak membawa manfaat ketimbang mudaratnya jika Ambalat dikelola bersama, Rudi berkesimpulan lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya.
“Manfaatnya lebih banyak terutama ketahanan nasional. Ketika kita berdiri di situ (di Ambalat) dengan kaki kita di situ, maka kita jejakan kaki inilah Indonesia. Itu yang lebih mahal. Jangan dilihat dari uangnya saja. Hasilnya sih tergantung eksplorasinya, walahualam hasilnya,” jelas pria penggemar berkendara motor besar ini.
Ditanya mengenai hitungan-hitungan produksinya bagaimana? Rudi menjawab bahwa bisa saja itu tergantung hasil pembicaraan bersama Malaysia dan Indonesia.
“Hitungan-hitungan bagi hasil antar provinsi kita tahu, antar kabupaten kita tahu. Antar k3s kalau ada dua lapangan dikelola dua k3s kita sudah tahu (cara hitung pembagian hasilnya). Nanti antar negara pun bisa bukan tidak mungkin. Zaman sekarang kolaborasi itu sudah hal yang biasa. Itu bisalah. Harus dibicarakan memang. Bagaimana sharingnya apakah dari volume reservoir, apakah dari garis dipermukaan berapa di negara sana dan berapa di sini. Apakah dari kegiatannya, misalnya kegiatan yang melakukan on behalf negara itu atau on behalf negara kita. Nanti bisa dibicarakan.Termasuk juga konsep bagi hasilnya? Iya betul itu bisa dibicarakan. Artinya ada jalan lah bukan buntu untuk melakukan itu. Tapi harus dibicarakan,” tutur Rudi.
Hanya saja Rudi mewanti-wanti, agar negara jangan ikutan dalam kegiatan eksplorasi migas di blok Ambalat. Biarkan kegiatan eksplorasi diserahkan pada pihak perusahaan atau kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) migas.
“Jangankan di Indonesia, di luar negeri eksplorasi itu kan bukan kita (negara) yang keluarkan uang,tapi kontraktor yang sediakan uang 100 persen. Nanti aja dibicarakan sharingnya kalau berhasil seperti apa. Nah resiko eksplorasinya kita (negara) jangan ikutan.Nanti konsesi (wilayah kerja perminyakannya) tetap kita tender siapa yang akan masuk,silahkan ikutan. Misalkan masuk Chevron, masuk Total, siapa aja enggak apa-apa. Tapi nanti dibicarakan ke negara tetangga. Karena mungkin saja reservoirnya masuk ke negara tetangga. Waktu eksplorasinya ya bisa di dua negara (yang berbatasan di blok Ambalat). Eksplorasi kan harus luas, untuk tahu penyebaran reservoirnya ke mana,” imbuh Rudi dengan nada mengingatkan.
Ketika ditanyakan seandainya kedua negara memutuskan baik Pertamina maupun Petronas mengelola blok Ambalat bersama tanpa menunjuk pihak (perusahaan) lain, apa dampaknya?
Menurut Rudi hal itu bisa saja dilakukan,cuma permasalahannya kalau sekarang Petronas dan Pertamina benar-benar masuk membiayai, harus siap just in case rservoir kondisi terjeleknya, jangan berpikir positif untungnya baginya, tapi kalau reservoir tidak ada hasil bagaimana? Begitu. Tapi kalau pihak ketiga dilibatkan, tidak ada resiko di Petronas, tidak ada di Pertamina.
“Bahwa nanti k3s nya salah satunya adalaha Petronas, boleh saja. Pertamina juga boleh saja. Pokoknya, k3s nya yang bukan negara karena negara gak boleh bermain di eksplorasi. Resiko dikurangi, harus business entity yang masuk. Cuma karena kepemilikan reservoir itu ada di dua negara, maka itu yang dibicarakan. Yang penting harus ada tim negosiasi yang baik saja, yang level internasional. Itu perlu banyak negosiasi,” pungkas Rudi mengakhiri pembicaraan jarak jauh via telepon.