Angin Perubahan di Sumur Minyak Mekar Sari: Dari Takut-takut Mulut Menjadi Tenang Berkat Negara

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Musi Banyuasin, Sumsel, ruangenergi.com– Gurat kelegaan terpancar jelas di wajah Anita, salah seorang penambang minyak di Desa Mekar Sari, Kabupaten Musi Banyuasin. Selama bertahun-tahun, ia dan ribuan warga lainnya hidup dalam dua dunia: satu sisi menggantungkan hidup pada tetesan minyak bumi dari sumur tradisional, di sisi lain selalu waswas dengan bayang-bayang ilegalitas.

“Dulu kami takut-takut mulut (menambang), sekarang sudah tenang,” ujar Anita dengan suara mantap. Kalimat singkatnya merangkum sebuah perubahan besar yang tengah bergulir di denyut nadi perekonomian desanya. “Pemerintah turun langsung dan memberikan solusi. Kami siap mengikuti aturan.”

Ketenangan yang dirasakan Anita dan para penambang lainnya bukanlah tanpa sebab. Negara akhirnya hadir untuk menata ulang sebuah sektor yang lama berada di area abu-abu. Semangat inilah yang dibawa langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang menjejakkan kaki di ladang-ladang minyak rakyat di Desa Mekar Sari, Kamis (16/10/2025).

Kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Ia datang membawa kepastian, hanya sepekan setelah Tim Gabungan merampungkan inventarisasi sumur minyak rakyat di seluruh Indonesia. Data menunjukkan betapa vitalnya sektor ini: dari total 45.095 sumur nasional, Sumatera Selatan menjadi episentrum dengan 26.300 sumur, dan Musi Banyuasin adalah jantungnya dengan 22.381 sumur.

Di hadapan para penambang yang dulu bekerja dalam senyap, Menteri Bahlil menjanjikan sebuah era baru. Pemerintah, katanya, tidak akan mematikan sumber penghidupan rakyat, melainkan menatanya agar lebih aman, berkelanjutan, dan yang terpenting, legal.

Langkah konkret pun diumumkan: negara akan membeli hasil produksi minyak rakyat dengan harga 80 persen dari Indonesian Crude Price (ICP). Sebuah kebijakan yang dirancang untuk memberikan kepastian ekonomi sekaligus insentif bagi para penambang untuk beroperasi di bawah payung hukum yang jelas.

“Pemerintah ingin memastikan kegiatan minyak rakyat tetap berjalan, tapi harus tertib dan sesuai aturan,” tegas Bahlil. “Dengan harga beli 80 persen dari ICP, masyarakat tetap mendapatkan keuntungan yang layak, sementara negara bisa mengawasi.”

Bagi warga Mekar Sari, ini adalah jawaban atas doa mereka. Legalitas berarti hilangnya rasa takut akan penertiban. Tata kelola yang lebih baik menjanjikan keselamatan kerja yang selama ini kerap diabaikan. Dan yang tak kalah penting, kepastian harga membebaskan mereka dari jerat para tengkulak yang seringkali memainkan harga.

Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru, menyambut baik langkah pemerintah pusat ini. Ia melihat Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 sebagai momentum krusial. “Selama ini banyak masyarakat kita bekerja di sektor ini tanpa pembinaan dan menghadapi risiko keselamatan. Dengan Permen ini, kita ingin masyarakat bisa bekerja secara aman dan berdaya,” ujarnya.

Namun, jalan menuju tata kelola yang ideal bukannya tanpa tantangan. Anggota Komisi VII DPR RI, Ateng Sutisna, mengingatkan bahwa niat baik pemerintah harus dikawal dengan sistem yang kuat agar tidak melahirkan “ladang rente baru”. Menurutnya, tujuan utama legalisasi adalah memastikan manfaat ekonomi sampai langsung ke masyarakat lokal, bukan hanya dinikmati oleh perantara atau pemodal besar.

“Masyarakat lokal harus mendapatkan bagi hasil secara transparan,” tegas Ateng. Ia mewanti-wanti potensi penyalahgunaan wewenang mulai dari proses perizinan, akses modal, hingga penetapan harga. Untuk itu, ia mengusulkan sistem digital yang transparan dan pengawasan publik yang ketat.

Meski tantangan pengawasan masih membentang, angin optimisme sudah telanjur berembus kencang di Mekar Sari. Kunjungan Menteri Bahlil, yang didampingi oleh jajaran SKK Migas dan Pertamina, telah menyalakan harapan. Bagi Anita dan ribuan penambang lainnya, kehadiran pemerintah bukan lagi sesuatu yang ditakuti, melainkan sebuah uluran tangan yang membawa kepastian. Sumur-sumur minyak yang dulu digali dalam keraguan, kini siap dikelola dengan ketenangan dan harapan akan kesejahteraan yang lebih baik.