Nusa Dua,Bali,ruangenergi.com-Pemerintah menyadari bahwa kegiatan hulu migas di Indonesia saat ini sangat menantang, terutama dari segi biaya. Biaya eksplorasi, pengembangan, produksi, dan akses ke sumber daya meningkat. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan investasi yang lebih besar untuk memacu tambahan produksi migas nasional.
Oleh karena itu untuk mendorong lebih banyak investasi hulu di Indonesia, Pemerintah telah
melakukan beberapa kebijakan terobosan, melalui fleksibilitas kontrak (PSC Cost Recovery
atau Gross Split PSC), perbaikan term & condition pada bid round, insentif fiskal/non-fiskal,
perizinan on-line pengajuan dan penyesuaian regulasi untuk inkonvensional.
“Selanjutnya untuk menarik investasi kita akan merevisi undang-undang migas tahun 2021dengan memberikan seperti perbaikan termin fiskal, asumsi dan pelepasan, kemudahanberusaha, dan kepastian kontrak,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam sambutannya pada saat pembukaan di Konvensi Internasional ke-3 tentangHulu Minyak dan Gas Indonesia 2022 di Nusa Dua,Bali,Rabu (23/11/2022).
Selain itu, menurut Arifin,pemerintah siap membuka dialog dengan operator dan investor untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif dan meningkatkan keekonomian proyek.
“Saya percaya, industri minyak dan gas dapat mengatasi semua tantangan dengan menerapkan semua teknologi yang selanjutnya dapat membantu kita mengurangi emisi gas rumah kaca menuju Net Zero Emissions,” tegas Tasrif.
Kolaborasi
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto,mengatakan semangatnya Kolaborasi Pemerintah juga ditunjukkan dengan menjalankan bisnis tidak seperti biasanya dengan memperbaiki ketentuan fiskal.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan kontraktor dengan insentif tambahan jika diperlukan agar suatu bidang dapat dikembangkan secara ekonomi.
“Kami telah memberikan insentif untuk pengembangan lapangan ExxonMobil Cepu, Pertamina Hulu Mahakam, Pertamina Hulu Energy Sanga-Sanga, Pertamina Hulu Kalimantan Timur, dan beberapa wilayah kerja lainnya,” tegas Dwi.
Besarnya multiplier effect dari pelaksanaan visi ini tidak hanya dari Proyeksi Pendapatan Negara tetapi juga dari investasi dan uang yang beredar, yang dapat sangat berdampak pada upaya pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Dengan demikian, yang sebelumnya secara luas dianggap sebagai “sunset industry,” industri minyak dan gas kini telah berubah menjadi “sunrise industry.”