Jakarta,Ruangenergi.com-Ada 3 (tiga) prioritas awal dari Kementerian BUMN terkait restrukturisasi. Yang pertama adalah struktur organisasi yang ramping. Kemudian mandat,yakni kemampuan untuk melikuidasi,merger dan sebagainya. Yang ketiga adalah pembentukan strategy delivery unit.
“Ini adalah 3 langkah strategis dilakukan Kementerian BUMN,dimana semuanya adalah untuk optimalisasi jabatan yang service oriented,” kata Arya Sinulingga, Staf Khusus III Menteri BUMN dalam webinar yang diadakan Energy Watch berjudul:”Sub holding Pertamina,Melanggar Hukum?”,Kamis (22/10/2020) live di zoom dan youtube ruangenergi.com
Termasuk perubahan fungsi deputi yang ada di lingkup Kementerian BUMN. Terjadi perubahan besar struktur deputi dikarenakan dulu itu bisnis yang ada di BUMN dipegang oleh deputi.Sekarang berubah,menjadi dipegang Wakil Menteri (Wamen) BUMN.
“Wamen kita ada dua,dan kedua wamen ini memegang pengelolaan bisnisnya langsung.Jadi bukan lagi deputi-deputi.Nah deputi itu justru berfungsi khusus yang berhubungan dengan bidang hukum,kemudian bidang SDM (sumber daya manusia),bidang keuangan dan manajemen resiko,”papar Arya.
Arya menambahkan bisa dikatakan,restrukturisasi justru terjadi Kementerian BUMN lebih dulu.dengan mengubah struktur di kementerian. Deputi langsung di bawah Wakil Menteri-Wakil Menteri yang memegang langsung portofolio.Jadi portofolio dipegang langsung para wamen,” ungkap Arya.
Direncanakan Sejak 2014
BUMN,lanjut Arya,ke depan ada yang holding dan ada yang sub holding.Nah untuk BUMN Migas sendiri sudah direncanakan sejak 2014. Kemudian dilanjutkan integrasi PGN ke Sub Holding akhir 2018.
“Jadi sub holding Pertamina itu sudah direncanakan jauh-jauh hari. Tapi kita jadi sekarang lah dengan cepat. Jadi ini tujuannya apa,supaya berkompetisi dengan efektif begitu ya. Kemudian performance lebih spesifik, pendanaanya terfokus,baru mendapatkan investor jangka panjang yang berorientasi bisnis,”tegas Arya.
Tujuan holding sendiri pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh pertamina group,mempercepat pengembangan bisnis baru dan menjalankan program-program nasional. Sedangkan sub holding agar kemampuan mereka lebih cepat.
“Pertamina itu seperti kapal induk besar.Karena ini kapal induk besar membuat dia tidak fleksibel.Makanya kita pecah sub holding-sub holding nya,”cetus Arya.
Soal adanya penilaian apakah melanggar Undang-Undang ini yang perlu dipikirkan. Arya lantas memberikan contoh tantangan ke depan.
“Ke depan yang namanya bisnis fosil,itu akan ditinggalkan.Kemungkinan kita akan masuk ke battery. Nah akan ada perubahan pandangan kalau dikaitan dengan Undang-Undang Dasar pasal 33. Ke depan,energi fosil bukan lagi sesuatu yang vital.Malah nanti battery yang jadi vital ke depannya. Nah perubahan-perubahan seperti inilah membuat akan banyak perubahan cara pandang kita kepada Undang-Undang juga,” ucap Arya.
Arya mencontohkan,dulu Nickel bukan yang terpenting di dalam bisnis mineral. Kini Nickel menjadi rebutan orang.
“Ini sebabnya kita tidak perlu kaku melihat bisnis apalagi bisnis masa depan. Bisnis itu tidak ada yang namanya stuck. Bisnis itu akan terus bergerak.Apalagi sumber daya,akan terus bergerak. Fleksibilitas kita harus lebih kuat daripada hanya kaku dan akhirnya tidak melihat bisnis masa depan,”pungkas Arya.