Asal-Muasal Sebutan Basin Dalam Minyak dan Gas, Saat Ini Jadi 128

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,ruangenergi.com– Sudah tahukah asal-muasal sebutan ‘basin’ dalam minyak dan gas?

Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf bercerita, awalnya yang studi itu Basin. Dia (Basin) itu konsultan dari Perancis, yang mengumpulkan data seluruh Indonesia. Kemudian membuat kriteria sampai akhirnya kesimpulan ada 60 cekungan migas.

Perkembangan berikutnya, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) membuat studi. Waktu itu ketuanya Ahmad Lutfhi yang juga duduk sebagai Deputi Perencanaan di BPMIGAS. Dia punya inisiatif, apakah masih ada 60 atau bisa dikembangkan seiring tambahan data.

Waktu itu, IAGI mengeluarkan versi terbaru soal cekungan migas. Mengupdate atas apa yang sudah dilakukan Basin tadi. Bertambah jadi 68 cekungan.

Sejalan dengan perkembangan waktu, ternyata yang melakukan studi tidak hanya IAGI saja. Namun dilakukan oleh Badan Geologi (Bageol) Kementerian ESDM. Badan ini berkolaborasi dengan Lemigas (Lembaga Penelitian Minyak dan Gas), SKK Migas dan Ditjen Migas membuat studi. Ini dikarenakan mereka bisa akses open data area yang aktif maupun open area.

“Ternyata mereka (Bageol dan tim) bisa menghasil 128 cekungan. Kenapa bisa bertambah? Ternyata ada pendetailan. Di sisi lain juga ada kriteria yang berbeda sedikit. Kalau misalnya Basin itu fokus yang namanya cekungan itu cekungan migas. Artinya yang potensial akan meng-generate atau menghasilkan migas. Tapi studi Badan Geologi yang dilakukan saat itu, namanya sedimentary basin atau cekungan sedimen. Sepanjang itu ada batuan sedimen, mau tebalnya katakanlah 500 meter, 1000 meter, itu dianggap sebagai cekungan. Kira-kira begitu,” kata Nanang menjelaskan dihadapan wartawan menjawab pertanyaan ruangenergi.com pada saat Press Conference Road to ICIOG 2023, Rabu (13/09/2023) di Jakarta.

Dulu Basin, kriterianya yang namanya cekungan itu harus punya ketebalan sedimen itu paling sedikit 2000 meter. Karena apa? Kalau 2000 meter dengan pressure dari overburden itu bisa men-generate migas.

“Tergantung kita menggunakan kriteria yang mana. Apapun mengenai basin itu selalu ada opportunity. Yang tebel, yang tipis sama-sama, karena nanti juga ada hal yang lain, yaitu temperatur. Jadi kalau istilah ilmu kebumian itu ada heat flow.Seberapa tinggi selain tekanan ada temperatur mempercepat proses terjadinya hidrokarbon. Kira-kira begitu ya,” pungkas Nanang yang punya background Ilmu Kebumian (Geologi).