Begini Cerita PLN EPI tentang Carbon Capture Storage

Jakarta, ruangenergi.com- Subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) melihat carbon capture storage (CCS) ini salah satu bisnis ke depan yang cukup menjanjikan selain bisnis green ammonia dan green hydrogen.

Saat ini EPI sedang menjajaki, melakukan study pemanfaatan dari CCS tersebut.

“Ketika Carbon Capture di utilize kan,otomatis ke depan, bisa jadi PLTU Batubara ke depan berjalan karena carbonnya sudah dilakukan. Disamping itu, kami dari EPI sedang mencoba menganalisa, melakukan study dengan berbagai pihak untuk pemanfaatan ini,” kata Sekretaris Perusahaan PLN EPI Mamit Setiawan menjawab pertanyaan ruangenergi.com di saat konferensi pers, Rabu (20/02/2024), di Jakarta.

Informasi yang didapat ruangenergi.com, PT PLN (Persero) sedang mendekati  Medco Energi, Inpex, Chevron Indonesia untuk melakukan studi bersama mengembangkan dan memanfaatkan CCS di lapangan migas milik perusahaan tersebut.

“Medco di lapangan migas yang ada di Sumatera, Inpex di Masela, Chevron Indonesia di lapangan migas yang ada di Kalimantan Timur,” ungkap petinggi migas dalam bincang santai virtual bersama ruangenergi.com, Kamis (21/02/2024), di Jakarta.

Dalam catatan ruangenergi.com, Kementerian ESDM dan Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) menyebut Indonesia mempunyai potensi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) mencapai 577 gigaton. Rinciannya, kapasitas penyimpanan karbon sebesar 572,77 Gigaton di dalam lapisan saline aquifer, dan 4,85 Gigaton di depleted reservoir.

“Perhitungan ini dilakukan internal oleh kepala balai Lemigas di bawah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas),” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, saat Penutupan Bulan K3 Nasional di Kantor Lemigas, Jakarta, Selasa (20/2/2024).

Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi Lemigas telah mendata perkembangan potensi penyimpanan karbon di Indonesia. Perhitungan potensi oleh Lemigas dilakukan di 20 cekungan yang statusnya merupakan cekungan yang sudah berproduksi.

Cekungan dengan potensi terbesar, kata Tutuka, ada di North East Java dengan kapasitas penyimpanan karbon 100,83 Gigaton di dalam saline aquifer dan 0,151 Gigaton di depleted reservoir. Sedangkan potensi yang terkecil di Cekungan Bawean, dengan 1,16 Gigaton di dalam saline aquifer.

“Saat ini ada 128 cekungan migas yang terdiri dari 20 cekungan berproduksi. Dari 128 itu masih ada 27 cekungan dengan discovery dan selebihnya cuma prospektif yang belum dieksplorasi,” tutur Tutuka.

Kemudian, lanjut Tutuka, hasil perhitungan tahun ini jauh berkembang dari tahun 2015, yang hanya menghitung Sumatera dan Jawa. Pada saat itu, Lemigas mencatat potensi CCS di saline aquifer sebesar 9,7 giga ton dan depleted oil and gas reservoir 2,5 giga ton.

“Lemigas pernah menghitung ini beberapa waktu lalu, tapi belum semua cekungan, belum semua berproduksi, sehingga saat ini adalah pembaruannya,” kata Tutuka.

Profesor lulusan ITB Bandung itu menuturkan, perkembangan tersebut telah dikonsultasikan kepada sejumlah lembaga internasional di antaranya Equinor, Bp, Chevron, serta beberapa lembaga luar negeri lainnya.

“Industri biasanya akan mengambil pertama 10 persen dulu dari angka yang ada ini, 10 persen dari 572 giga ton dulu untuk dijalankan ke depan, ini kan termasuk kategori prospective resources,” tutur Tutuka.

Tutuka juga menyampaikan bahwa pemanfaatan CCS bisa semakin luas setelah Peraturan Presiden (Perpres) No 14 Tahun 2024 diterbitkan, bahkan bisa cross-border atau lintas negara.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *