Jakarta, Ruangenergi.com – PT Pertamina (Persero) menyatakan pihaknya telah memiliki proyeksi realisasi volume B30-B100 dalam empat tahun kedepan (2020-2024). Hal tersebut guna meningkatkan Bauran Energi Nasional penggunaan Energi Batu Terbarukan (EBT) sebesar 23% hingga 2025 mendatang.
Direktur Utama Subholding Commercial & Trading PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) Mas’ud Khamid, mengatakan, melihat trend konsumsi Biodiesel dalam 3 tahun terakhir cenderung meningkat diperoleh dari (market industry and retail).
“Demand Biodiesel 2020-2024.
Trend penjualan Biodiesel dari 2018-2024, dimana Compound Annual Growth Rate (CAGR) alias tingkat pertumbuhan rata-rata pertahun Pertamina plus 1%. Akan tetapi untuk 2020 turun menjadi 12% yang diakibat oleh Pandemi Covid-19,” kata Mas’ud di ruang rapat komisi VII DPR, kemarin, seperti ditulis (01/09).
Mas’ud menambahkan, pada 2018 tercatat, penjualan Biodiesel Pertamina sebesar 14,4 juta KL; kemudian naik pada 2019 menjadi 15,1 juta KL; dan kembali turun pada 2020 menjadi 12,9 juta KL;
“Pada 2021 diproyeksikan angkanya akan naik menjadi 15,2 juta KL; untuk di 2022 naik menjadi 15,5 juta KL; untuk di 2023 naik menjadi 15,8 juta KL; serta di 2024 naik kembali menjadi 16,1 juta KL,” tuturnya.
Dikatakan olehnya, volume penjualan retail dan industry Pertamina pada 2021 diproyeksikan sebesar 26,6 juta KL menjadi 27,6 juta KL di 2024, dengan CAGR 1% dan market share 84% yang diperoleh dari retail dan industry.
Untuk penjualan di sektor industri Pertamina pada 2018 sebesar 12,6 juta KL; Mas’ud melanjutkan, pada 2019 tercatat sebesar 12,0 juta KL; kemudian pada 2020 mebhwkami penurunan menjadi 11,3 juta KL; pada 2021 diproyeksikan naik menjadi 11,4 juta KL;
“Sementara, pada 2022 menjadi 11,1 juta KL; lalu pada 2023 sebesar 11,3 juta KL; serta pada 2024 menjadi sebesar 11,5 juta KL,” imbuhnya.
Untuk yang non Pertamina, pihaknya mencatat, pada 2018 sebesar 5,3 juta KL; lalu pada 2019 sebesar 5,0 juta KL; kemudian pada 2020 sebesar 4.0 juta KL (imbas Covid-19);
Sementara, pada 2021 sebesar 4,9 juta KL; lalu pada 2022 sebesar 4,8 juta KL; pada 2023 sebesar 4,8 juta KL; serta pada 2024 diproyeksikan naik menjadi 4,9 juta KL;
“Kemudian terkait market share, saat ini market share Pertamina di angka 78%, sebelumnya berada di angka 72%. Ini naik sekitar 6%, karena adanya regulasi yang mengatur Izin Niaga Umum (INU) Impor agar membeli ke Pertamina,” kata Mas’ud.
Mas’ud menilai, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan beberapa perubahan regulasi terkait rencana pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), terlebih untuk penggunaan Biodiesel sendiri.
Ia mencatat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan ke-3 atas Peraturan Menteri ESDM No. 32 tahun 2008 tentang penyediaan, pemanfaatan, dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lainm
Dalam Permen ESDM No 12 tahun 2015 ini, Pertamina telah memproyeksikan pemanfaatan Biofuel sebagai bahan bakar, pada 2020 pemanfaatan Biodiesel 30% (B30), Bioetanol 10% (E10), serta Bioavtur 3% (O3).
“Pada 2025 diproyeksikan penggunaan Bioetanol menjadi 20% (E20) dan Bioavtur menjadi 5% (O5),” kata Mas’ud.
Kemudian, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Bauran Energi Nasional, dalam regulasi tersebut diatur bahwa porsi EBT sebesar 23%, minyak 25%, gas 22% serta batubara 30%.
Dalam Perpres tersebut, di mana sektor Transportasi ikut serta dalam target pencapaian bauran energi nasional yakni sebesar 30% (BBM dan EV), Industri 48% (listrik dan BBM), Rumah Tangga 15%, serta Komersial dan lainnya sebesar 7%.
“Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang, Roadmap Pembangunan Eenergi Terbarukan berbasis Kelapa Sawit,” tuturnya.
Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit (CPO)
“Terkait untuk mengejar bauran energi nasional, Pertamina bekerja sama dengan para pengelola Crude Palm Oil (CPO), pada tahun ini (2020) masih dalam tahap Basic Engineering Design, green refinery standalone Plaju 20.000 bbl/day,” imbuh Mas’ud.
Ia melanjutkan, pada 2021 tahap Final Investment Decision. Lalu pada 2023 telah selesai proses EPC (Engineering Procurement and Contruction).
Kemudian, pada 2024 diperkirakan akan start up and on stream. Pada 2025 target meningkatkan porsi EBT dalam bauran energi nasional sebesar 23%.
Ia kembali menjelaskan, terkait kebutuhan akan CPO, Pertamina telah memproyeksikan akan meningkat pada 2020-2024 sebesar 1 juta ton per tahunnya dengan pertumbuhan pertahun CAGR sebesar 4%.
“Kebutuhan domestik CPO pada 2019 sebesar 13,4 juta ton naik sebesar (13%). Jumlah tersebut dengan rincian dipergunakan untuk Oleochemical dan konsumsi sebesar 5,1 juta ton (12%); dan bahan bakar seber 8,3 juta ton (18%),” katanya.
“Kebutuhan CPO yang diekspor pada 2019 tercatat sebesar 30,7 juta ton (70%). Sehingga totalnya sebesar 44,1 juta ton CPO,” sambung Mas’ud.
Sementara pada 2020 kebutuhan CPO domestik sebesar memerlukan 13,1 juta ton. Untuk Oleochemical dan konsumsi sebesar 5,24 juta ton; dan bahan bakar sebesar 7,87 juta ton.
“Kebutuhan CPO yang diekspor pada 2020 sebesar 31,2 juta ton. Sehingga totalnya sebesar 43,7 juta ton CPO,” jelasnya.
Pada 2021 kebutuhan domestik CPO sebesar 13,4 juta ton. Untuk Oleochemical dan konsumsi sebesar 5,35 juta ton; dan bahan bakar sebesar 8,03 juta ton.
“Pada 2021 kebutuhan untuk ekspor CPO sebesar 31,9 juta ton. Sehingga totalnya mencapai 44,6 juta ton CPO,” katanya kembali.
Ia melanjutkan, pada 2022 kebutuhan domestik CPO sebesar 13,7 juta ton; Untuk Oleochemical dan konsumsi sebesar 5,46 juta ton; dan bahan bakar seber 8,19 juta ton.
“Kebutuhan untuk ekspor CPO pada 2022 sebesar 31,9 juta ton. Sehingga totalnya mencapai 45,5 juta ton CPO,” paparnya.
Lalu, pada 2023 kebutuhan CPO domestik sebesar 13,9 juta ton. Untuk Oleochemical dan konsumsi sebesar 5,57 juta ton; dan bahan bakar seber 8,35 juta ton.
“Kebutuhan untuk ekspor CPO pada 2023 sebesar 32,5 juta ton. Sehingga totalnya menjadi 46,4 juta ton CPO,” jelasnya.
Serta pada 2024 kebutuhan CPO domestik diproyeksikan sebesar 15,1 juta ton. Untuk Oleochemical dan konsumsi sebesar 6,05 juta ton; dan bahan bakar seber 9,07 juta ton.
Kebutuhan untuk ekspor CPO pada 2024 proyeksi CPO sebesar 35,3 juta ton. Sehingga totalnya mencapai 50,4 juta ton CPO.
“Kita perlu duduk bersama dengan Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, dan stakeholder terkait untuk mendukung target proyeksi CPO hingga 2024 mendatang,” tandasnya.