Malang, Ruangenergi.com – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menggelar Sosialisasi Peraturan BPH Migas Nomor 9 Tahun 2020 tentang Penyediaan Cadangan Operasional Bahan Bakar Minyak kepada Badan Usaha di Malang, Jawa Timur.
Hadir sebagai narasumber yakni Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon S., Koordinator Pemantauan Cadangan dan Pengelolaan Informasi BPH Migas Sekaryawan, Sub Koordinator Pemantauan Cadangan BBM BPH Migas Darsono, Tim Subdit Pemantauan Cadangan BPH Migas Zulfikar Tanjung, dan Kepala Sub Direktorat Harmonisasi Bidang SDM, Kelembagaan, dan Kesejahteraan Rakyat Kemenkumham Alpius Sarumaha.
Dalam sambutannya, Direktur BBM BPH Migas, Patuan Alfon S, mengatakan bahwa Sosialisasi Peraturan No. 9 tahun 2020 ini resmi di undangkan.
Ia juga menambahkan bahwa selama ini Indonesia belum mempunyai cadangan BBM nasional karenanya wajib bagi BPH Migas untuk memastikan bahwa Indonesia seharusnya memiliki hal tersebut karena cadangan BBM nasional ini sesuai dengan tugas dan fungsi dari BPH Migas atas penyediaan dan pendistribusian BBM di Indonesia yang diamanatkan kepada BPH Migas sesuai dengan Undang-Undang Pasal 22 tahun 2001.
Ia mengemukakan bahwa Indonesia akan sangat riskan jika tidak memiliki cadangan nasional BBM. Karenanya, Alfon menyatakan bahwa Peraturan No. 9 tahun 2020 ini bertujuan untuk mengatur Badan Usaha penyedia energi dalam mengemban tugasnya menyediakan cadangan BBM Nasional untuk Indonesia.
Kemudian, diidalam penutupan sambutannya, Alfon menyatakan harapannya kepada Badan Usaha agar dapat memahami dan melaksanakan tugas ini dengan baik.
Setelah acara resmi dibuka oleh Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon S. yang mewakili Kepala BPH Migas, acara dilanjutkan dengan paparan mengenai kebijakan penyediaan cadangan operasional bahan bakar minyak yang disampaikan oleh Koordinator Pemantauan Cadangan dan Pengelolaan Informasi BPH Migas Sekaryawan.
Didalam paparannya, Sekaryawan mengatakan bahwa Peraturan BPH Migas No. 9 tahun 2020 ini sesuai dengan amanat dari cadangan operasional yang terkandung didalam pada UU No. 30 tahun 2007 yang sudah tertulis dan diundangkan sebelumnya. Sekaryawan juga mengatakan bahwa menurut PP No. 79 tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional menyatakan bahwa “yang termasuk industri penyedia energi meliputi industri yang melakukan usaha, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga”.
Hal ini kemudian relevan dengan Peraturan MESDM No. 29 tahun 2017 tentang perizinan pada kegiatan usaha migas pasal 14 ayat (1) huruuf c yang berbunyi “pemegang izin usaha niaga migas untuk kegiatan usaha niaga umum BBM mempunyai kewajiban memiliki cadangan operasional BBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya”.
Sekaryawan juga menyatakan bahwa amanat cadangan operasional BBM 23 hari yang diatur didalam Peraturan BPH Migas No. 9 tahun 2020 ini sebenarnya sesuai dengan Perpres No. 18 tahun 2020 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2020-2024.
“Jadi BPH Migas tidak tiba-tiba memasukkan 23 hari kedalam peraturan, tapi sesuai dengan Perpres ini,” katanya.
Selanjutnya, paparan dilanjutkan oleh Kepala Sub Direktorat Harmonisasi Bidang SDM, Kelembagaan, dan Kesejahteraan Rakyat Kemenkumham, Alpius Sarumaha. Didalam paparannya di sosialisasi kedua ini, Alpius kembali menegaskan bahwa peraturan yang sudah tertulis apalagi sudah diundang-undangkan adalah sah karenanya setiap warga negara wajib mematuhi peraturan tersebut karena memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan memiliki sanksi bagi yang melanggarnya.
Alpius juga menambahkan, bahwa setiap peraturan yang sudah diresmikan memiliki tata urutan perundang-undangan dan tidak diperkenankan bertentangan dengan peraturan diatasnya atau disampingnya.
Paparan selanjutnya disampaikan oleh Sub Koordinator Pemantauan Cadangan BBM BPH Migas Darsono. Didalam paparannya mengenai pengawasan penyediaan cadangan operasional BBM, Darsono menyatakan bahwa kebijakan yang sudah ada tidak lepas dari pengawasan yang dilakukan oleh BPH Migas.
Darsono lebih lanjut menjelaskan bahwa Peraturan BPH Migas No. 9 tahun 2020 ini mewajibkan bahwa setiap Badan Usaha perlu dan wajib melaporkan dan memverifikasi seluruh penyimpanan yang dilakukan guna agar tetap menjaga jalannya tigas pengawasan penyediaan cadangan operasional BBM.
“BPH Migas perlu melakukan monitoring dalam verifikasi yang dilakukan oleh Badan Usaha,” katanya.
Karenya dihimbau kepada setiap Badan Usaha wajib untuk melakukan verifikasi didalam waktu yang telah diatur. Darsono juga menyatakan bahwa jika Badan Usaha tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik akan mendapatkan sanksi dimulai dari sanksi dimulai dari teguran tertulis yang dapat diterima paling banyak 2 (dua) kali dengan waktu masing-masing 2 (dua) bulan, sanksi penangguhan dengan jangka waktu 2 (dua) bulan, sanksi pembekuan selama 2 (dua) bulan hingga pencabutan hak dalam penyediaan dan pendistribusian BBM.
Paparan terakhir disampaikan oleh Tim Subdit Pemantauan Cadangan BPH Migas Zulfikar Tanjung yang memaparkan mengenai verifikasi dan evaluasi penyediaan cadangan operasional BBM.
Didalam paparannya Zulfikar menyampaikan bahwa Badan Usaha wajib melakukan pelaporan kepada Badan Pengatur dan Badan Usaha bertanggung jawab terhadap kebenaran dan keakuratan dari laporan tersebut. Zulfikar juga menyatakan bahwa laporan disampaikan setiap bulan melalui daring/online melalui system informasi (SILVIA) dengan tenggat waktu setiap tanggal 20 dibulan berikutnya agar dapat dilakukan evaluasi.
Evaluasi yang dilakukan oleh Badan Pengawas ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM no. 29 tahun 2017 tentang perizinan minyak dan gas bumi.
“Karenanya kami sebagai Badan Pengawas wajib melakukan harmonisasi dengan peraturan tersebut,” terangnya.