Jakarta, ruangenergi.com- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mengatakan perhitungan realisasi kemajuan fisik fasilitas pemurnian PT Freeport Indonesia (PT FI) tidak sesuai
dengan ketentuan, yaitu laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan sebelum adanya perubahan rencana pembangunan fasilitas pemurnian PT FI tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.
Hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan bahwa progres yang dicapai PT FI tidak mencapai 90%, sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam.
BPK melakukan penghitungan potensi denda dengan menggunakan data realisasi penjualan ekspor PT FI dan diperoleh
nilai potensi denda administratif keterlambatan sebesar US$501,94 juta.
Hal ini mengakibatkan Negara berpotensi tidak segera memperoleh penerimaan denda administratif dari PT FI sebesar US$501,94 juta.
“BPK merekomendasikan Menteri ESDM menginstuksikan Dirjen
Minerba untuk menetapkan kebijakan mengenai kejelasan
formula perhitungan denda dan selanjutnya menghitung dan
menetapkan potensi denda administratif sesuai ketentuan
yang berlaku, serta segera menyampaikan penetapan denda
administratifnya kepada PT FI dan menyetorkan ke kas negara,” demikian isi Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 yang dirilis BPK, Selasa (05/12/2023), di Jakarta.
BPK menambahkan, jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian minimal sebesar US$100,07 juta belum ditempatkan
pada rekening bersama oleh 12 perusahaan dengan kemajuan
pembangunan fasilitas pemurnian per semester I 2022 di bawah 75%.
Akibatnya, potensi penerimaan kas negara atas jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian minimal sebesar US$100,07 juta tidak dapat direalisasikan.
“BPK merekomendasikan Menteri ESDM menginstruksikan Dirjen Minerba untuk melakukan perhitungan kembali dan
menempatkan jaminan kesungguhan serta menyetorkan ke kas negara apabila kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian tidak mencapai persentase yang ditentukan,” jelas BPK dalam IHPS.