BPMA dan Pertamina teken Perjanjian Penunjukan Penjual MMKBN di Wilayah Aceh

Jakarta, ruangenergi.com – Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) dan PT Pertamina Persero telah melakukan seremonial penandatanganan Perjanjian Penunjukan Penjual Minyak Mentah dan atau Kondensat Bagian Negara dari Pengelolaan Bersama di Wilayah Kewenangan Aceh pada Jumat (3/6/2022) di Grha Pertamina, Jakarta. Acara ini turut dihadiri oleh perwakilan Dirjen Migas KESDM, Sekjen KESDM, Irjen Migas KESDM, Komisi VII DPR RI, SKK Migas dan Pemerintah Aceh.

Penandatanganan perjanjian tersebut merupakan tindaklanjut dari amanah Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2015, khususnya terkait rekomendasi penunjukan penjual minyak dan/atau gas bumi bagian Negara dari pengelolaan bersama di wilayah Aceh, diawali dengan rekomendasi BPMA yang kemudian mendapat persetujuan dari Gubernur Aceh dan penetapan oleh Menteri ESDM.

Perjanjian ini memiliki peran penting bagi Aceh maupun Indonesia sebagai legalitas pelaksanaan lifting minyak mentah dan kondensat dari Wilayah Aceh dalam mendukung pencapaian target lifting nasional dimana BPMA, SKK Migas, Pertamina dan KESDM terus bersinergi dan berkolaborasi demi optimalisasi penerimaan negara dari hasil produksi minyak dan gas bumi Indonesia.

Dengan adanya penandatanganan ini, BPMA dan PT Pertamina (Persero) dapat memiliki pengaturan yang jelas terkait hak dan kewajiban para pihak dalam kegiatan komersialisasi dan operasi lifting Minyak Mentah dan/atau Kondensat Bagian Negara (MMKBN) dari wilayah Aceh.

Kepala BPMA, Teuku Mohamad Faisal dalam kilas baliknya, turut menyampaikan peran serta tokoh Aceh Dr. H. T. Moehammad Hasan dalam proses nasionalisasi perusahaan minyak asing menjadi Permina (1957) dan Pertamina (1961) yang kemudian menjadi cikal bakal Pertamina (1968) serta kejayaan PT Arun NGL sebagai salah satu eksportir LNG terbesar didunia (1990). Selain itu, beliau turut mengajak Pertamina turut serta berinvestasi mengembangkan industri hulu dan hilir migas di Aceh termasuk industri petrokimia serta bersinergi mengoptimalkan lifting dan komersialisasi MMKBN dari wilayah Aceh.

“Beberapa wilayah kerja yang memiliki potensi untuk dikembangkan, antara lain WK Andaman III (Repsol), WK Seuramo (Petronas), WK Rantau, WK Lhokseumawe (Zaratex), WK ONWA, WK OSWA, WK Bireuen Sigli dan WK South Blok A,” ujar Faisal dalam sambutannya.

Selain itu, Faisal turut menyampaikan beberapa hal yang menjadi concern dalam pengelolaan hulu migas Aceh terhadap Pemerintah Aceh yakni diantaranya akselerasi perizinan dan rekomendasi Pemerintah Aceh terkait operasi dan investasi hulu migas Aceh, penguatan dukungan kelembagaan kepada BPMA, serta pemberian fiskal dan privileges lainnya dari Pemerintah Aceh kepada Badan Usaha yang telah mendapat rekomendasi BPMA.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menyebutkan bahwa pihaknya memiliki tugas untuk mendorong industri nasional jadi sesuai dengan amanah presiden dalam pelaksanaan kegiatan usaha Pertamina Grup, yakni mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi sembari menerapkan komitmen Net Zero Emission 2060.

“Pada kilas baliknya, kiprah Pertamina di Aceh sudah berlangsung cukup lama, dimulai dari beroperasinya kilang Arun pada 16 Maret 1974 serta menjadi tempat belajarnya perusahaan – perusahaan perminyakan besar dunia (i.e. Exxon dan Mobil Oil). Saat ini kilang Arun telah direvitalisasi sebagai terminal LNG (untuk pasokan domestik maupun ekspor) serta regasifikasi. Saat ini, kondensat Arun yang dilifting dari wilayah Aceh diolah dikilang TPPI Tuban dengan volume 1,014,000 bbls per Mei 2022” tutur Nicke.

Kemandirian Energi

Dalam hal kemandirian energi, Pertamina juga terus meningkatkan investasi terkait produksi
hulu migas dalam memenuhi kebutuhan kilang dalam negeri. Hal ini juga untuk mendukung proyek – proyek peningkatan kapasitas produksi kilang – kilang Pertamina (i.e. RDMP Balongan) yang sedang dilakukan saat ini yang tentunya membutuhkan tambahan suplai.

Potensi produksi dari pengembangan lapangan migas di Aceh turut mendukung suplai domestik ini yang akan berdampak positif pada penurunan angka impor serta perbaikan neraca perdagangan Indonesia.

“Disamping komitmen Net Zero Emission 2060, Pertamina juga berkomitmen atas upaya
peningkatan produksi dari lapangan – lapangan existing, salah satunya dengan program CCUS
(Carbon Capture, Utilization and Storage) dimana lapangan Arun yang sudah mature memiliki
prospek yang cukup besar. Injeksi CO2 ke reservoir di lapangan Arun diproyeksikan juga
berdampak positif pada peningkatan produksi migas di Aceh,” papar Nicke.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *