Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, saat ini potensi cadangan migas nasional cenderung semakin jauh ke kawasan timur Indonesia dan laut dalam dengan tingkat resiko yang sangat besar. Ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan stake holder bagaimana investasi migas bisa tetap menarik bagi calon investor.
“Namun kita bersyukur saat ini Pemerintah sudah berupaya mengeluarkan satu kebijakan baru, dimana KKKS diberi kesempatan untuk memilih apakah mau menggunakan skema gross split atau skema cost recovery,” kata Mamit pada diskusi virtual bertema “Penguatan Sinergi Industri Hulu Migas dengan Masyarakat Guna Memperlancar Operasi dan Produksi yang digelar Civil Society Network (CSN), Kamis (15/4/2021).
“Dan saya harap ini bisa menjadi salah satu pemantik agar investasi migas nasional bisa kembali bergairah. Apalagi saat ini harga minyak dunia sedang mengalami kenaikan yang cukup signifikan,” tambah Mamit.
Menurut Mamit, ada sejumlah permasalahan yang kini tengah dihadapi sektor migas Indonesia diantaranya fasilitas eksisting yang sudah tua karena memang usia lapangan yang rata-rata sudah berusia tua sehingga tidak optimal.
“Padahal untuk melakukan perawatan dan optimalisaai di lapangan tua membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga menjadi tantangan tersendiri,” tukasnya.
Selanjutnya dari sisi tehnis terkait dengan pembangunan infrastruktur, kata Mamit, bukan sesuatu yang mudah bisa dilakukan oleh sebuah negara kepulauan sepertu Indonesia.
“Apalagi kita tahu negara kepulauan jadi cukup besar resiko ataupun tantangan untuk pembangunan infrastruktur. Contohnya di Madura dan wilayah Jawa Timur lainnya rata-rata lapangannya ada di Offshore dan ini menjadi tantangan bagaimana membangun infrastruktur di sana,” paparnya.
Terkait dengan tantangan sosial, lanjut dia, di masa otonomi daerah saat ini banyak muncul raja-raja kecil yang sering menganggu perijinan. Hal ini membuat para KKKS agak kesulitan dalam mendapatkan perijinan dan juga kegiatan perusahaan.
“Dan ini harus menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah agar bagaimana perijinan ini bisa dimudahkan. Karena kalau dipersulit maka KKKS lah yang akan terganggu dan ini akan merugikan masyarakat atau pun daerah karena pasti menyebabkan penerimaan daerav berkurang,” tukasnya
Oleh karena itu, kata dia, seluruh komponen bangsa termasuk Pemda dan masyarakat di sekitar lapangan migas perlu mendukung kegiatan hulu migas ini.
“Para inevstor yang sudah masuk dan beroperasi baik ekspolorasi atau esploitasi harus didukung. Dengan begitu, penerimaan bagi negara besar. Dan di sisi lain porsi penerimaan daerah serta pajak dan retribusi ke daerah juga lebih besar,” jelas Mamit.
“Bukan hanya itu, para kontraktor migas di Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk memberikan CSR (corporate social reesposible) ke warga sekitar, terutama yang terdampak,” demikian Mamit Setiawan.(SF)