Jakarta, Ruangenergi.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa pengembangan pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT), termasuk implementasi Peraturan Presiden terkait harga listrik dari sumber EBT, cara Pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE).
Koordinator Komunikasi dan Layanan Informasi Publik Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, dalam acara Coaching Clinic Society of Renewable Energy (SRE) Universitas Jenderal Soedirman “Sejauh Mana Kebijakan Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia”, mengatakan pengembangan EBT merupakan cara Pemerintah dalam mencapai target Net Zero Emission.
“Dalam upaya mencapai NZE, Pemerintah melalui Kementerian ESDM memiliki beberapa langkah strategis, di antaranya adalah pengembangan pembangkit listrik EBT, termasuk implementasi Perpres terkait harga listrik EBT dan pengembangan co-firing biomassa untuk PLTU. Selain itu, untuk PLTU yang telah habis masa kontraknya, tidak akan lagi dilakukan perpanjangan kontrak. Kemudian, dilakukan pula percepatan implementasi kendaraan listrik dan perluasan pemanfaatan kompor listrik,” jelas Ariana.
Selain itu, lanjutnya, untuk mengakselerasi bauran energi dari EBT sebesar 23% pada tahun 2025, Ariana mengatakan bahwa Pemerintah membutuhkan peran generasi muda untuk menjalankan kampanye terkait EBT.
“Pemerintah juga membutuhkan peran generasi muda untuk mengakselerasi pencapaian 23% sumber energi dari EBT pada bauran energi tahun 2025. Generasi muda juga mengambil peran penting melalui kampanye tentang EBT, misalnya PLTS Atap. Kementerian ESDM juga siap mendukung ide dan inovasi mahasiswa terkait EBT,” imbuhnya.
Ia mengemukakan bahwa perbandingan supply dan demand minyak di Indonesia saat ini masih belum seimbang. Lebih jauh, Ariana menjelaskan, daya konsumsi masyarakat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan produksi minyak.
Namun sebaliknya, produksi gas jauh lebih tinggi dibandingkan konsumsi, sehingga Indonesia termasuk salah satu negara pengekspor gas.
“Pada sektor migas, perbandingan antara supply dan demand minyak di Indonesia saat ini masih belum seimbang. Daya konsumsi masyarakat lebih tinggi dibanding daya produksi yang tersedia, sehingga mengharuskan Indonesia mengimpor minyak dari negara lain. Sebaliknya, perbandingan antara supply dan demand gas sudah sangat menguntungkan karena daya produksi lebih tinggi daripada daya konsumsi masyarakat. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor gas,” tutup Ariana