Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com – Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 menuai perbedaan pandangan dari para pemangku kepentingan di sektor kelistrikan.
Asosiasi Perusahaan Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menilai RUPTL terbaru sebagai dokumen strategis yang menjamin pasokan listrik nasional sekaligus mempercepat transisi energi. Ketua Umum APLSI, Eka Satria, menegaskan bahwa keterlibatan Independent Power Producer (IPP), baik melalui BUMN, swasta nasional, maupun investor, justru memperkuat PLN dan Pemerintah dalam menyediakan pasokan listrik yang andal, efisien, dan terjangkau.
“Skema IPP berperan meringankan beban pembiayaan pembangunan infrastruktur, menambah kapasitas secara signifikan, serta mempercepat pengembangan energi terbarukan. Dengan kolaborasi PLN–IPP, ketahanan energi akan semakin kuat, target transisi energi tercapai, dan yang lebih penting lagi, mendukung ambisi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8% serta kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan,” ujar Eka, kepada ruangenergi.com, Kamis (04/09/2025), di Jakarta.
Namun berbeda dengan APLSI, Serikat Pekerja PLN (SP PLN) justru memandang RUPTL tersebut berpotensi merugikan PLN dalam jangka panjang. Kuasa Hukum DPP SP PLN, Redyanto Sidi, menyampaikan bahwa dokumen tersebut dianggap mengabaikan kepentingan fundamental perusahaan listrik negara.
“SP PLN menilai RUPTL ini mengabaikan dampak jangka panjang yang tidak berpihak kepada PLN. Karena itu, SP PLN meminta Presiden Prabowo Subianto menangguhkan, meninjau, atau melakukan pengkajian ulang atas RUPTL tersebut,” tegas Redyanto dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).
Perbedaan pandangan ini menunjukkan dinamika dalam menyusun arah kebijakan energi nasional.
Pemerintah diharapkan dapat menimbang masukan dari berbagai pihak agar implementasi RUPTL 2025–2034 benar-benar mendorong kemandirian energi, memperkuat PLN, sekaligus memastikan tercapainya target transisi energi berkelanjutan.