Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com — Di tengah percepatan transisi energi dan lonjakan kebutuhan gas domestik, terutama untuk pembangkit listrik, SKK Migas menegaskan bahwa ketersediaan gas nasional dalam hal volume bukan menjadi masalah utama.
Tantangan sesungguhnya justru terletak pada distribusi dan fleksibilitas alokasi pasokan, terutama karena lokasi cadangan gas baru berada jauh dari pusat konsumsi utama.
“Volume gas kita sebenarnya mencukupi. Tapi sebagian besar sudah terikat kontrak jangka panjang sejak 3-5 tahun lalu, saat permintaan belum setinggi sekarang,” jelas Rayendra Sidik, Kepala Divisi Komersialisasi Migas SKK Migas, dalam webinar Menata Pasokan Gas untuk Penguatan Transisi Energi, Selasa (5/8/2025), di Jakarta.
Untuk menjawab dinamika kebutuhan tersebut, SKK Migas tidak tinggal diam. Beberapa langkah strategis telah diambil:
- Renegosiasi kontrak ekspor untuk mengatur ulang jadwal pengiriman gas ke luar negeri.
- Gas swap strategy, seperti yang dilakukan di Natuna, guna mengatasi keterbatasan infrastruktur pipa.
- Optimalisasi pengiriman LNG domestik, termasuk ke Teluk Jakarta untuk pasokan PLN.
“Isu utamanya adalah mismatch lokasi antara sumber gas dan demand. Cadangan baru banyak di Timur Indonesia, sementara kebutuhan ada di Jawa dan Sumatera. Salah satu solusi logisnya adalah LNG,” ungkap Rayendra.
Peluang Baru di Tengah Tantangan Lama
Permintaan gas domestik, terutama dari sektor kelistrikan, terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan data dari PLN EPI, kebutuhan gas akan tumbuh rata-rata 5,3% per tahun hingga 2033, mencapai sekitar 2.611 BBTUD. Tambahan kapasitas pembangkit listrik dari gas juga terus digenjot, dengan target 10,3 GW dalam RUPTL 2025–2034.
“PLN EPI sangat membutuhkan kepastian alokasi gas dan dukungan penuh dalam pengembangan infrastruktur, termasuk pendanaan dan perizinan,” kata Direktur Utama PLN EPI, Rakhmad Dewanto.
Dengan pemerintah yang semakin fokus pada pemanfaatan gas domestik, serta komitmen PLN untuk mendukung pengembangan lapangan gas eksisting maupun temuan baru, ini menjadi momentum emas bagi investor hulu migas untuk berperan aktif. Terlebih, proyek-proyek gas dari wilayah timur kini menjadi tumpuan harapan baru nasional.
“Gas bukan hanya jembatan menuju energi bersih. Dengan infrastruktur yang tepat, gas bisa menjadi energy destination,” ujar Rakhmad optimistis.