Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com-Memasuki usia ke-80 tahun Republik Indonesia, sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menegaskan peran strategisnya sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Di tengah berbagai tantangan global—dari ketidakpastian geopolitik, transisi energi, hingga kompetisi rantai pasok—sektor ESDM tetap menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi, penopang industri, dan pilar ketahanan energi nasional.
Kontribusi sektor ini tidak semata soal produksi migas, batubara, atau listrik. Lebih dari itu, ESDM adalah denyut nadi pembangunan. Di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), listrik dari PLTS komunal hingga jaringan gas rumah tangga menjadi simbol kehadiran negara. Di kawasan industri strategis, smelter dan PLTU menopang hilirisasi mineral, membuka lapangan kerja, dan mendatangkan investasi. Di daerah penghasil migas, dana bagi hasil memperkuat kapasitas fiskal daerah. Semua ini membuktikan: ESDM bukan hanya soal energi, tapi juga tentang pemerataan dan keadilan pembangunan.
Lima hingga sepuluh tahun ke depan, arah sektor ini akan semakin menentukan arah sejarah bangsa. Transisi energi menuju energi baru dan terbarukan (EBT), ketahanan energi nasional, serta keberlanjutan eksplorasi dan produksi migas akan menjadi penentu keberhasilan Indonesia mencapai Net Zero Emission dan cita-cita Indonesia Emas 2045. Dalam periode ini, keputusan-keputusan besar akan diambil: pembukaan wilayah kerja baru, revisi kebijakan fiskal ESDM, integrasi energi dengan industri, dan pembangunan infrastruktur energi berskala besar.
Namun, sejarah mengingatkan kita: satu keputusan yang salah, satu langkah yang menyimpang dari ketentuan, bisa berdampak panjang dan sistemik. Keterlambatan tender, pemutusan kontrak sepihak, atau pelanggaran prinsip tata kelola bisa membuat investor hengkang, proyek tertunda, bahkan krisis kepercayaan yang sulit dipulihkan. Karena itu, kehati-hatian, integritas, dan kepatuhan pada regulasi mutlak dijaga oleh seluruh pemangku kepentingan.
Lebih dari itu, semua pihak—baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat—wajib menghormati kesucian kontrak dan kesepakatan yang telah disahkan. Kontrak bukan sekadar dokumen hukum; ia adalah simbol kepercayaan dan komitmen bersama untuk membangun negeri. Pelanggaran terhadapnya bukan hanya urusan legal, tetapi mencederai semangat kebangsaan dan menghambat kemajuan. Kesepakatan yang dijaga dengan baik adalah pondasi bagi investasi yang sehat, iklim usaha yang stabil, dan pencapaian target-target nasional.
Sebagai tulang punggung ekonomi nasional, sektor ESDM tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Ia butuh dukungan regulasi yang berpihak pada keberlanjutan, sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas, serta sinergi antar-lembaga yang mengedepankan kepentingan bangsa, bukan ego sektoral.
Di hari jadi ke-80 Republik Indonesia, mari kita perkuat semangat gotong royong untuk menjaga sektor ESDM sebagai lokomotif kemajuan bangsa. Dari bumi, laut, dan angin Indonesia, kita bangun masa depan yang terang: berdaulat energinya, mandiri teknologinya, dan adil hasilnya.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-80.
Energi untuk Negeri, Sumber Daya untuk Kesejahteraan.
Godang Sitompul, Pemimpin Redaksi