Jakarta – Energi bukan sekadar urusan listrik menyala atau BBM tersedia di SPBU. Ia adalah denyut nadi perekonomian. Di balik sumur minyak, tambang nikel, hingga proyek energi baru terbarukan (EBT), ada keputusan-keputusan besar yang lahir di meja kebijakan. Dan ketika keputusan itu keliru, dampaknya bisa panjang—bahkan melampaui satu generasi.
Indonesia punya catatan. Salah satu contoh klasik adalah kebijakan harga BBM yang kerap lebih didorong oleh motif politik ketimbang kalkulasi energi. Subsidi jor-joran tanpa arah jelas pernah membuat APBN jebol, sementara investasi di energi terbarukan jalan di tempat. Rakyat memang merasa “murah” sesaat, tapi jangka panjangnya? Negara merugi, infrastruktur energi tak berkembang, dan ketergantungan pada impor kian menjerat.
Kesalahan lain yang juga harus dihindari adalah stop-and-go policy di sektor tambang dan mineral strategis. Misalnya, kebijakan ekspor mineral mentah yang berubah-ubah: hari ini dilarang, besok dilonggarkan, lusa diperketat lagi. Akibatnya, investor bingung, industri hilir tak sempat tumbuh, dan negara kehilangan momentum untuk naik kelas dari sekadar eksportir bahan mentah menjadi produsen produk bernilai tambah.
Bayangkan jika kebijakan pengelolaan energi tak konsisten: di satu sisi pemerintah menggaungkan transisi hijau, tapi di sisi lain masih memberi karpet merah bagi pembangkit berbasis batu bara tanpa roadmap keluar yang jelas. Itu ibarat menginjak gas dan rem sekaligus. Akhirnya, target net zero emission bisa berubah jadi sekadar jargon.
Yang harus dihindari jelas: kebijakan yang tidak berbasis data, tidak berpihak pada keberlanjutan, serta minim konsistensi. Energi dan sumber daya mineral adalah sektor jangka panjang, bukan proyek lima tahunan. Salah langkah sekali saja, bisa membebani rakyat dan ekonomi puluhan tahun ke depan.
Kini, tantangan terbesar pemerintah bukan hanya bagaimana menyediakan energi yang cukup, tapi bagaimana membuat keputusan yang tepat—yang berpihak pada rakyat, ramah lingkungan, dan bisa menjaga daya saing bangsa. Karena dalam energi, salah kebijakan hari ini bisa berarti krisis esok hari.
Godang Sitompul, Pemimpin Redaksi