Catatan Redaksi: Membersamai untuk Memberikan Energi Bersih bagi Kehidupan Lebih Baik

Jakarta, ruangenergi.com- Menyalurkan energi bersih dan energi baik di dalam kehidupan bukanlah suatu hal yang mustahil. Namun untuk menuju ke arah itu, banyak sekali ancaman, tantangan dan hambatan plus gangguan (ATHG) yang harus dihadapi.

Memang tidak mudah untuk menyalurkan energi baik, energi bersih yang membersamai warga bumi untuk dapat menikmati hasilnya.

Apa itu energi bersih dan mengapa itu penting? Merujuk pada portal Universitas California, dituliskan bahwa energi bersih berasal dari sumber daya yang tidak pernah habis dan produk sampingannya memiliki dampak minimal atau tidak sama sekali terhadap lingkungan. Matahari, angin, dan tenaga air adalah contoh utamanya.

Energi ini dianggap bersih karena tidak menghasilkan karbon dioksida dan polusi udara yang berasal dari konsumsi bahan bakar fosil, yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Saat ini, minyak, gas, batu bara, dan sumber energi tak terbarukan lainnya sudah mengakar kuat dalam perekonomian dan infrastruktur dunia. Peralihan ke energi ramah lingkungan memerlukan waktu, perkembangan teknologi, dan kemauan politik. Kabar baiknya adalah peralihan ini sedang berlangsung. Menurut Administrasi Informasi Energi AS, hampir 20% pembangkitan listrik di negara tersebut berasal dari energi terbarukan pada tahun 2020 — naik dari hanya 1% pada tahun 2000.

Insinyur lingkungan hidup memimpin transisi dari bahan bakar fosil ke energi ramah lingkungan untuk memenuhi permintaan dan melindungi udara, air, kesehatan, dan makanan kita.

Mendefinisikan Energi Bersih dan Dampak Energi terhadap Lingkungan

Untuk memahami dampak energi terhadap lingkungan, penting untuk mempertimbangkan bagaimana penggunaan energi telah berkembang sepanjang sejarah manusia. Sebelum Revolusi Industri, manusia menggunakan energi terbarukan. Mereka memanaskan rumah dan memasak makanan dengan membakar kayu atau biomassa lainnya (misalnya gambut). Mereka juga memanfaatkan tenaga air untuk memutar kincir air yang menghancurkan biji-bijian atau menggunakan kincir angin.

Meskipun tidak semua sumber energi bersih – asap kayu, misalnya, sangat menimbulkan polusi – sumber energi terbarukan, artinya berasal dari sumber daya yang tidak akan habis.

Pada tahun 1700-an, Era Industri dimulai dengan ditemukannya cara membakar batu bara untuk melebur besi. Batubara, yang sebagian besar terdiri dari bahan tumbuhan berkarbonisasi (alias bahan bakar fosil), adalah permulaannya. Itu digunakan untuk menggerakkan mesin dan digunakan dalam transportasi (kereta api dan kapal uap).

Pembakaran batu bara membawa karbon ke atmosfer, yang merupakan penyebab langsung pemanasan global. Tidak seperti kayu atau air, batu bara tidak dapat diperbarui; ketika semua batu bara ditambang, tidak ada lagi.

Selama lebih dari 200 tahun berikutnya, bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas juga mulai mendominasi, dan terjadi ledakan penggunaan dan eksploitasi sumber daya alam. Seperti halnya batu bara, bahan bakar fosil seperti minyak dan gas terdiri dari karbon dan hidrokarbon, yang mudah terbakar dan menghasilkan energi dalam jumlah besar. Mereka juga menghasilkan produk sampingan karbon, yang menyebabkan polusi udara dan berkontribusi terhadap hujan asam dan kabut asap.

Pergeseran ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perekonomian dunia dan juga lingkungan hidup. Meskipun Eropa, Asia, dan Amerika Utara sebagian besar memperoleh manfaat dari eksploitasi sumber daya bahan bakar fosil, negara-negara selatan masih tertinggal.

Dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap perubahan iklim dan pemanasan global, energi tak terbarukan mungkin tidak lagi menjadi pendorong perekonomian seperti dulu. Lalu bagaimana dengan energi bersih? Bisakah energi terbarukan menggantikan bahan bakar fosil? Beberapa ahli mengatakan hal itu sudah terjadi.

Ada baiknya, antara energi konvensional dengan energi bersih, energi baru terbarukan bisa hidup berdampingan. Energi fossil atau juga lazim disebut energi konvensional seperti minyak dan gas, maupun batu bara, ada baiknya tidak dianggap sebagai saingan yang harus dimusnahkan. Namun, justru sebaliknya harus saling melengkapi.

Energi konvesional menjadi back bone dari energi baru energi terbarukan (EBET). Ketika ada kendala di dalam penyaluran listrik yang dihasilkan dari EBET mengalami gangguan/kendala, maka energi konvensional bisa membantu mem-back up penuh.

Hidup berdampingan secara mesra kan enak, saling bantu-membantu dan membersamai untuk memberikan energi bagi kehidupan yang lebih baik. Ah mungkinkah itu terjadi?

Godang Sitompul, Pemimpin Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *