Catatan Redaksi: Revisi PLTS Atap Berpotensi Menggerus Pendapatan PLN 5,7 Triliun/tahun

“Meter kWh impor-ekspor 100% dipastikan mengurangi pendapatan PLN akibat adanya perubahan pemenuhan listrik pelanggan”

Perubahan Permen ESDM PLTS Atap hampir dipastikan pada bulan September 2021 akan diteken oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif. Alasan Kementerian ESDM melakukan perubahan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang Pemanfaatan PLTS Atap dimaksudkan untuk memperbaiki pelaksanaan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2019.

“Pertimbangan kebijakan memutuskan nilai energi listrik yang diekspor oleh pelanggan PLTS Atap menjadi sebesar 100% nilai kWh Ekspor yang tercatat pada Meter kWh Ekspor-Impor dari semula hanya 65%, merupakan pemberian insentif yang lebih baik kepada masyarakat yang memasang PLTS Atap. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan energi terbarukan dan penurunan gas rumah kaca sebagaimana komitmen Presiden RI pada Paris Agreement”

Kajian yang dilakukan oleh Kementerian ESDM untuk pengembangan PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga tahun 2024/2025 dengan nilai kWh ekspor sebesar 100% terhadap negara, akan berdampak positif pada hal-hal sebagai berikut: konsumsi batubara dapat berkurang sebesar 2,98 juta ton pertahun, dan pengurangan tersebut bisa menjadi tambahan ekspor; berpotensi menyerap tenaga kerja sebanyak 121.500 orang; berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp 45 – 63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp 2,04 – 4,08 triliun untuk pengadaan kWh ekspor-impor;
mendorong green product sektor jasa dan industri; dan berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 4,58 juta ton CO2e.

“Pengembangan PLTS Atap sebesar 3,6 GW tersebut diperkirakan akan mengurangi pendapatan PT PLN (Persero) karena pelanggan PLTS Atap tidak lagi menggunakan listrik PLN 100%. Kajian yang dilakukan menunjukan bahwa terdapat potensi berkurangnya pendapatan PLN sebesar Rp 5,7 triliun/tahun yang terdiri dari 4,9 triliun/tahun adalah merupakan potensi kehilangan pendapatan PLN akibat adanya perubahan pemenuhan listrik pelanggan (± 4,58 GWh) – customer behavior, dan sebesar Rp 0,86 triliun/tahun merupakan potensi kerugian PLN akibat ekspor listrik PLTS Atap ke grid”

Namun,apabila memperhatikan biaya pemeliharaan yang harus ditanggung oleh PT PLN (Persero) dan komponen lainnya yang masuk dalam non-fuel cost (data BPP pembangkit PLN 2020) dimana persentasenya adalah 31% dari total pembentuk Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan, maka kerugian real PLN hanya sebesar Rp 0,27 T. Adapun sisanya sebesar Rp 0,59 T adalah potensi kerugian apabila PLN tidak bisa menjual listrik tersebut kepada pelanggan lain.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *