Sukabumi, ruangenergi – Anggota DEN mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Gunung Salak yang dikelola Star Energy di Sukabumi, Jawa Barat untuk membahas supply chain pembangunan PLTP dari hulu hingga hilir.
Kunjungan dipimpin Anggota DEN Satya Widya Yudha, dihadiri Anggota DEN Musri, Herman Darnel Ibrahim, Eri Purnomohadi, Yusra Khan, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Yunus Saefulhak, Deputi Direktur Operasi Star Energy Suharsono Darmono, dan VP Exploitation Pertamina Geothermal Imam B Raharjo.
Pertemuan juga dihadiri Ketua Asosiasi Panasbumi Indonesia Prijandaru Effendi, Direktur Utama Geo Dipa Energi Riki Ibrahim, Presiden Direktur Supreme Energy Nisriyanto, VP Energi Panas Bumi PLN Hendra Tondang, Chief Administration Sarulla Operation Andrea Gunawan Diliharto, perwakilan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Sorik Marapi Geothermal Power secara daring.
Satya Widya Yudha menjelaskan, “Pertemuan ini untuk memperoleh informasi dari pemangku kepentingan mengenai kondisi terkini pemetaan proses bisnis supply chain pemanfaatan panas bumi.”
Pria yang yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua Komisi VII menyampaikan pertemuan ini penting untuk mencari alternatif solusi percepatan pembangunan ekosistem PLTP secara terintegrasi untuk mendukung transisi energi menuju net zero emission.
Lebih lanjut, DEN perlu terlibat dalam membangun sinergitas dalam rangka mendorong investasi untuk akselerasi dari pengembangan sumber daya panas bumi di Indonesia, ujar lulusan Cranfield University UK ini.
Anggota DEN Herman Darnel Ibrahim memberikan masukkan untuk penyusunan geothermal roadmap yang mendukung transisi energi untuk net zero emission dan juga perumusan Kebijakan Energi Nasional yang yang baru.
Adapun Nisriyanto memaparkan permasalahan panasbumi antara lain lacking of national commitment, dan sense of urgency, serta pembangunan energi memerlukan investasi yang sangat besar.
Hendra Tondang mengungkapkan tantangan pengembangan panasbumi yaitu adanya tantangan teknis, perizinan, sosial, tarif dan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL), pembebeasan lahan, lingkungan, dan pendanaan.
Senada dengan hal tersebut, Imam B Raharjo menyampaikan terdapat resiko dan kendala pada tahapan business development di Pertamina Geothermal seperti perizinan, natural disaster, paparan gas beracun, pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja, sosial, dan pandemi.
Prijandaru Effendi mendorong peranan pemerintah melalui regulasi yang kondusif untuk menunjang pengembangan panasbumi dan pihaknya juga tengah mengevaluasi dan mengusulkan terobosan aturan untuk mendukung percepatan panasbumi di tanah air.
Selaras dengan Prijandaru, Andrea Gunawan Diliharto mendorong pengembangan panas bumi di Indonesia dengan adanya regulasi yang baru untuk energi terbarukan dan jaminan untuk pengembalian ekonomi yang wajar berdasarkan alokasi risiko.
Sedangkan, Riki Ibrahim berharap untuk mengatasi permasalahan panasbumi memerlukan terobosan untuk mengembangkan energi baru terbarukan,perlu adanya penyesuain dalam fiskal, sehingga dapat memberikan manfaat bagi rakyat.
Sedangkan, Suharsono Darmono berharap melalui solusi perizinan, dengan keberpihakan regulasi dalam lingkup lebih tinggi misalnya regulasi percepatan pengembangan panasbumi. Pada harga, dengan penggantian biaya infrastruktur terutama yang bersifat sosial, dan melalui perpajakan dengan diberlakukan tax holiday, dan tax incentive.
Rekomendasi pertemuan disampaikan Yunus Saefulhak, antara lain harga panasbumi harus disesuaikan dengan keekonomian proyek, keberpihakan regulasi dalam lingkup yang lebih tinggi, dan untuk mengefisiensikan drilling diusulkan perlu membentuk konsorsium/koperasi rig yang khusus panasbumi.
Selain itu, DEN dan para pemangku kepentingan akan memetakan permasalahan terkait regulasi dan solusinya untuk masukkan rekomendasi peta jalan transisi energi serta pemebaharuan KEN dan DEN meminta Asosiasi untuk menyusun roadmap penegmbangan seluruh potensi panasbumi sampai tahun 2060 untuk mencapai net zero emission, tutup Yunus