Desak Pemerintah Bayar Kompensasi Kepada Pertamina, DPR Dapat Dukungan

Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan sangat mendukung dan mendorong agar pemerintah membayar kompensasi kepada Pertamina sebesar Rp 100 Triliun. Hal ini penting agar keuangan Pertamina tidak terganggu yang dikhawatirkan bisa mengganggu distribusi BBM secara nasional.

“Saya mendukung rekomendasi keempat Komisi VII agar Pemerintah membayar kompensasi ke Pertamina. Karena jika tidak, maka keuangan Pertamina akan tidak mampu lagi menanggung akibat beban kompensasi yang tidak dibayarkan,” kata Mamit di Jakarta, Selasa (29/3/2022).

“Beban kompensasi tersebut didapatkan dari selisih harga keekonomian solar setelah disubsidi sebesar Rp 500 per liter. Pertamina saat ini harus menanggung selisih harga biosolar sebesar Rp 7.200 – Rp 7.300 per liter,” ungkapnya.

Ia juga mengapresiasi perubahan porsi subsidi menjadi lebih besar dibandingkan kompensasi.

“Ini adalah hal yang tepat. Karena dengan demikian, pengaturan keuangan negara dan juga badan usaha menjadi lebih firm lagi di tengah ketidakpastian harga minyak dunia saat ini,” ujarnya.

Mamit juga mengapresiasi hasil rekomendasi RDP antara Komisi VII DPR RI dengan Pertamina, BPH Migas dan Dirjen Migas itu karena dinilainya sangat positif. Diantaranya, para pihak sepakat untuk menjaga pasokan barang subsidi secara maksimal ke masyarakat dan sudah memperhatikan agar barang subsidi bisa tepat sasaran. Dengan demikian, opsi untuk menggunakan skema penyaluran subsidi kepada orang bukan barang terbuka.

“Selain itu, adanya penambahan kouta solar subsidi dan minyak tanah juga merupakan hal yang tepat di tengah kondisi perekonomian yang mulai kembali tumbuh. Dengan demikian, pasokan kouta ke daerah-daerah akan bertambah sehingga bisa mengurangi antrian yang saat ini sudah mulai terjadi,” papar Mamit.

Hal ini, kata dia, akan membantu pasokan barang kembali normal apalagi menjelang puasa dan idul fitri sehingga bisa meminimalisir terjadinya kenaikan harga dengan alasan terganggunya jalur distribusi.

“Memang ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh Pemerintah dengan adanya penambahan kuota ini yaitu adanya kenaikan beban subsidi dan kompensasi bagi Pertamina,” ujarnya.

Rekomendasi lainnya, lanjut dia, adalah penambahan kouta solar subsidi ini diharapkan dalam distribusinya bisa berjalan dengan lancar dan memang diperuntukan bagi mereka yang berhak menggunakan solar subsidi.

“Pengawasan dari aparat penegak hukum agar tidak ada penyalah gunaan solar subsidi adalah keharusan mengingat disparitas harga yang tinggi antara solar subsidi dan non subsidi sangat tinggi,” tukasnya.

Soal desakan Komisi VII DPR kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM untuk segera menyiapkan roadmap dan infrastruktur Strategic Petroleum Reserves (SPR) guna menciptakan cadangan BBM nasional dalam menunjang ketahanan energi
nasional menurut Mamit harus segera disiapkan.

“Selama ini SPR kita bukan dimiliki oleh negara tetapi oleh BUMN dalam hal ini Pertamina. Dengan adanya SPR yang dimiliki negara maka jaminan cadangan yang dimiliki akan lebih aman lagi,” tandasnya.

Lebih jauh ia mengatakan, bahwa di tengah makin tingginya harga minyak dunia maka bisa dipastikan beban APBN akan semakin berat dalam menanggung beban subsidi BBM.

“Jadi perlu adanya penghitungan sensitivitas terkait dengan kemungkinan terjadinya kenaikan BBM subsidi agar beban keuangan negara menjadi lebih ringan,” pungkasnya.

Berikut rekomendasi Komisi IIV DPR yang disampaikan kepada Ditjen Migas Kementerian ESDM, BPH Migas, dan Pertamina saat rapat dengar pendapat di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (29/3/2022):

1. Mendesak Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Kepala BPHMigas, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk menjaga pasokan dan distribusi BBM solar dan LPG subsidi agar tepat sasaran dengan memperhatikan kebutuhan daerah secara proporsional.

2. Sepakat untuk melakukan penambahan kuota solar subsidi sebesar 2 juta kL menjadi 17 juta kL serta penambahan kuota minyak tanah sebesar 100 ribu kL menjadi 600 ribu kL berdasarkan kondisi real di lapangan atas paparan Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Kepala BPH Migas, dan PT Pertamina (Persero) dan selanjutnya akan diagendakan pembahasan dengan Menteri ESDM RI.

3. Mendesak Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Kepala BPH Migas, dan Dirut PT Pertamina (Persero) untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk meningkatkan pengawasan pendistribusian dan melakukan penindakan tegas atas penyalahgunaan BBM bersubsidi khususnya solar.

4. Mendesak Pemerintah agar membayar kompensasi kepada PT Pertamina (Persero) yang bernilai sekitar Rp 100 Triliun dapat segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas Pertamina yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM Nasional.

5. Mendukung perubahaan komposisi pemberian subsidi dan kompensasi BBM dengan meningkatkan porsi subsidi BBM yang lebih besar.

6. Mendesak Dirjen Migas Kementerian ESDM RI untuk segera menyiapkan roadmap dan infrastruktur Strategic Petroleum Reserves (SPR) guna
menciptakan cadangan BBM nasional dalam menunjang ketahanan energi
nasional.

7. Meminta Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Kepala BPH Migas, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk menyiapkan analisa sensitivitas kenaikan harga BBM terhadap beban subsidi guna menyiapkan strategi-strategi dalam mengantisipasi dampak fluktuasi harga minyak dan gas dunia selambat-lambatnya pada tanggal 13 April 2022 dan disampaikan kepada Komisi VII DPR RI.

8. Mendesak Kepala BPH Migas untuk membuat laporan terkait pengawasan, pelaporan, dan penindakan penyalahgunaan BBM subsidi untuk
disampaikan kepada Komisi VII DPR RI setiap bulannya.

9. Meminta Dirjen Migas Kementerian ESDM RI, Kepala BPH Migas, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan Anggota Komisi VII DPR RI dan disampaikan paling lambat tanggal 5 April 2022.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *