Dewan Energi Nasional Menantikan Terbitnya Peraturan Presiden tentang Cadangan Penyangga Energi

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan sudah waktunya Indonesia memiliki Cadangan Penyangga Energi (CPE).

Itu sebabnya, DEN kini tengah menantikan diterbitkannya Peraturan Presiden tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE).

“Yang ada sekarang baru cadangan operasional yang dibuat oleh Bph Migas (Badan Pengatur Hilir Migas). Nah operasional itu kan lebih kepada Badan Usaha (BU) yang jualan khususnya bahan bakar minyak (BBM). Nah mereka, terutama Pertamina itu rata-rata sekitar 3 (tiga) minggu lah dia punya cadangan operasionalnya. Kan bagus juga buat mereka (Pertamina dll) kalau ada kek gini-gini (Perpres CPE) itu bisa dipakai jadi acuan,” kata Djoko Siswanto dalam bincang santai bersama ruangenergi.com langsung di Kantor DEN, Jumat (26/04/2024), di Jakarta.

Djoko bercerita, jika perang berlanjut antara Israel dengan Iran, maka perlu ada kepastian langkah strategis apa untuk antisipasinya dari sisi energi di Indonesia.

“Itu sebabnya Indonesia perlu punya Cadangan Penyangga Energi. Sayangnya, sejak adanya DEN, kita belum pernah berhasil ‘bikin’ CPE, karena menyangkut keuangan kan..Ibrat kita simpan cadangan, itu kan ibarat ‘uang mati’. Tapi ini kan buat safety,” ucap Djoko menjelaskan.

Djoko menjelaskan juga, kendala utama CPE dari sisi keuangan dan infrastruktur. Untuk menyimpan cadangan energi, butuh tempat.

“Kita berharap Perpres CPE ini segera diterbitkan. Memang posisi sekarang sudah paraf-paraf menteri, dimana Kemensesneg minta paraf ulang para menteri agar Perpres CPE segera diterbitkan,” tutur Djoko dengan raut wajah optimis.

Djoko membeberkan, masalah krusial dari CPE ini adalah terkait jenisnya yakni kepada 3 (tiga) komoditi energi yang diimpor, yaitu minyak mentah (crude), LPG dan bensin.

“Bensin 50 persen, minyak mentah 50 persen, dan LPG 80 persen masih impor. Sedangkan solar kan sudah ada bio solar, jadi gak perlu impor. Kita fokus ke situ, kemudian tempat menyimpannya (CPE) dimana? Kemudian komoditinya ini berapa hari? Kan ini disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara, biaya-biaya APBN atau sumber lain yang sah. Nah kalau ada CPE di sini, nanti pengelolaanya bagaimana? Siapa yang kelola kalau nanti begitu ada krisis? Nanti manajemennya bagaimana? Siapa yang berhak menggunakan dan nanti setelah digunakan bagaimana membalikannya? Nah semua itu diatur di Perpres CPE-nya,” tutur Djoko menjelaskan dengan gamblang.