Di Electricity Connect 2025, PLN Perkuat Ketahanan Energi sebagai Motor Pertumbuhan Ekonomi

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Di tengah ambisi besar pemerintah mendorong hilirisasi industri, PT PLN (Persero) menegaskan bahwa ketahanan energi adalah kunci utamanya. Tanpa pasokan listrik yang andal dan masif, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan hanyalah angan-angan.

Pernyataan tegas ini disampaikan dalam ajang bergengsi Electricity Connect 2025 yang digelar di Jakarta, Rabu (19/11/2025). Forum ini menyoroti betapa krusialnya peran infrastruktur kelistrikan dalam menopang visi besar ekonomi Indonesia ke depan.

Direktur Manajemen Pembangkitan PLN, Rizal Calvary Marimbo, mengungkapkan bahwa langkah PLN ini sejalan dengan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto. Presiden menekankan bahwa penguatan ekonomi nasional melalui hilirisasi di segala sektor wajib ditopang oleh ketahanan energi yang kokoh.

“Pertumbuhan ekonomi saat ini turut didukung oleh ketersediaan listrik yang mumpuni. Jika kapasitas listrik tidak cukup, maka akan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi kita ke depan,” tegas Rizal.

Guna menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah menyusun peta jalan ambisius melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. Tidak main-main, targetnya adalah: penambahan kapasitas: 69,5 gigawatt (GW) dalam 10 tahun ke depan. Fokus Hijau: Sekitar 76% dari kapasitas tersebut akan bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT) dan sistem penyimpanan energi. Infrastruktur: Pembangunan jaringan transmisi sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms) dan gardu induk berkapasitas total 107.950 MVA.

“Roadmap dalam RUPTL menjadi sinyal kuat bagi investor bahwa Indonesia menyiapkan fondasi energi yang solid, modern, dan rendah emisi,” tambah Rizal.

Dalam kesempatan yang sama, Executive Director ASEAN Centre for Energy (ACE), Dato’ Ir. Ts. Razib Dawood, memberikan perspektif regional. Ia memperingatkan bahwa permintaan energi di kawasan Asia Tenggara diproyeksikan melonjak hingga hampir tiga kali lipat pada tahun 2050.

“Lonjakan permintaan energi tentu menimbulkan tantangan besar. Mulai dari hulu hingga hilir, ini membutuhkan transformasi sistem energi untuk menjamin ketahanan dan keandalan,” ujar Razib.

Razib juga menyoroti pentingnya ASEAN Power Grid—upaya interkoneksi listrik antarnegara Asia Tenggara—sebagai strategi jitu menghadapi dinamika geopolitik dan geoekonomi global.

Transformasi energi ini bukan hanya soal kabel dan pembangkit, melainkan juga soal perut rakyat. Implementasi RUPTL 2025–2034 diprediksi akan menciptakan efek domino ekonomi yang positif, termasuk penciptaan lebih dari 1,7 juta lapangan kerja baru.

“Dengan perluasan jaringan transmisi yang lebih kuat dan modern, setiap tambahan kapasitas pembangkit akan tersalurkan lebih efektif,” jelas Rizal.

Menutup sesi, Rizal mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi. “Dengan mandat besar dalam RUPTL, sinergi seluruh stakeholder menjadi kunci agar Indonesia dapat bergerak menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan,” pungkasnya.