Jakarta, Ruang Energi – Pemerintah secara bertahap mengurangi keringanan tarif listrik dengan pertimbangan kondisi perekonomian berangsur membaik. Namun, pemerintah diminta untuk mempertimbangkan kembali langkah tersebut, mengingat saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir.
Dampak pandemi masih dirasakan di tingkat bawah. Pengurangan stimulus boleh dilakukan untuk industri, tetapi bagi masyarakat dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah(UMKM) masih dibutuhkan.
Stimulus pemulihan ekonomi nasional berupa diskon listrik akan dikurangi pada triwulan II-2021. Anggaran stimulus kelistrikan selama April-Juni 2021 ditetapkan sebesar 1,88 triliun rupiah, turun sekitar 50 persen dibandingkan alokasi pada triwulan I tahun ini sebesar 3,79 triliun rupiah.
Direktur Eksekutif Energy Wacth, Mamit Setiawan menyatakan sebaiknya pemerintah mempertimbangkan langkah tersebut secara matang.
Menurut dia, pengurangan bisa dilakukan jika memang akan berdampak pada APBN, mengingat pandemi ini masih terus berjalan dan ekonomi masyarakat belum membaik.
“Sebenarnya masyarakat masih membutuhkan stimulus listrik ini. Bisa dicek ke lapangan, perekonomian belum tumbuh normal. Jadi, jika membebani keuangan negara saya setuju stimulus ini bisa dikurangi,” tutur Direktur Eksekutif Energi Watch itu kepada ruangenergi, Kamis(11/3/21).
Untuk itu, Mamit menilai dibutuhkan solusi bersama alias win-win solution agar masyarakat juga bisa mendapatkan stimulus, tetapi keuangan negara bisa bertahan.
Terkait dengan pengurangan keringan tarif dengan pertimbangan kondisi ekonomi membaik pada prinsipnya Mamit setuju karena jelas ini akan membantu pemerintah terkait dengan pengurangan beban subsidi kepada masyarakat.
Dengan demikian beban subsidi bisa digunakan untuk program yang lain terutama dalam rangka segera mengakhiri pandemik ini dengan pemberian vaksin kepada masyarakat.
Melalui pemberian vaksin, diharapkan bisa meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat dan dengan demikian ekonomi bisa kembali berjalan.
“Saya mengharapkan pengurangan subsidi ini harus dioptimalkan dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat. Jangan sampai ditengah kondisi saat ini,pengurangan tersebut tidak memberikan dampak signifikan kepada masyarakat dari sisi kesehatan”,pungkas Mamit
Beban Berkurang
Sementara itu, Dirjen ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengungkapkan pengurangan stimulus kelistrikan akan mengurangi beban anggran pemerintah.
“Anggaran itu bisa kita alokasikan untuk vaksin karena butuh anggaran juga, sehingga mengurangi beban anggaran,” ucapnya pada konferensi persnya di Jakarta
Rida menuturkan alasan stimulus dikurangi karena melihat geliat ekonomi yang mulai tumbuh. Permintaan industri dan bisnis sudah mulai meningkat.
Seperti diketahui pemerintah mengubah mekanisme stimulus ketenagalistrikan pada triwulan II-2021. Keringanan diberikan bagi pelanggan golongan rumah tangga daya 450 volt ampere (VA). Jika pada triwulan I diskonnya sampai 100 persen, pada triwulan II turun menjadi 50 persen.
Kemudian, bagi pelanggan golongan rumah tangga daya 900 VA bersubsidi, apabila pada triwulan I diskonnya mencapai 50 persen pada triwulan II turun menjadi 25 persen. Hal serupa juga bagi golongan bisnis kecil daya 450 VA dan industri kecil daya 450 VA. Jika sebelumnya diberikan diskon 100 persen (Januari-Maret), selanjutnya (April-Juni) turun 50 persen.
Perubahan mekanisme pemberian stimulus juga berlaku untuk stimulus pembebasan abonemen, biaya beban dan rekening minimum tahun 2021. Hal itu seiring dengan berkurangnya anggaran dari 844,5 milliar rupiah pada triwulan I turun menjadi 421,72 milliar pada triwulan II. Jika pada triwulan I diberikan diskon sebesar 100 persen bagi golongan sosial, bisnis dan industri maka selanjutnya turun menjadi 50 persen.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero), Bob Saril, mengatakan dibanding Desember 2020, pada Januari dan Februari 2021 sudah terjadi peningkatan konsumsi listrik. Kondisi itu hampir sama dengan periode yang sama tahun lalu, kondisi sebelum pandemi Covid-19.