batubara icma

Ditjen Minerba Minta Produsen Batubara Pahami Dasar Hukum PPN Batubara

Jakarta,Ruangenergi.com-Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ditjen Minerba KESDM) meminta seluruh produsen batubara di Indonesia memahami dasar hukum dan mekanisme pembayaran dan pemungutan PPN Batubara sejak Undang-Undang Cipta Kerja diundangkan.

Mulai tanggal 2 November 2020, batubara merupakan Barang Kena Pajak atau BKP yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai dengan Pasal 112 UU Cipta Kerja yang mengubah Ketentuan Pasal 4A UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN).

“Dalam pelaksanaannya memang memerlukan penjelasan-penjelasan mulai dari kriteria perusaan yang mempunyai kewajiban PPN, Jenis-jenis transaksi yg menjadi objek, kapan saat terhutang dan tempat terhutangnya, bagaimana membuat faktur, pengkreditan PPN dan pembayaran sert pelaporan PPN. Secara prinsip pelaksanaan hal-hal tersebut diatas telah dilakukan FGD dan Sosialisasi oleh Kemekeu dan KESDM dalam hal ini Ditjen Minerba, sehingga pelaksanaan amanat UU 11/2020 dapat dilaksanakan,” kata Direktur Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko kepada ruangenergi.com,Kamis (03/12/2020) di Jakarta.

Sujatmiko berharap dengan sosialisasi tsb para pelaku usaha batubara sdh memahami dasar hukum dan mekanisme pembayaran dan pemungutan PPN Batubara sejak UU CK diundangkan.

Dihubungi terpisah Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengatakan anggot APBI tidak keberatan denganĀ  penerapan batubara sebagai barang kena pajak (BKP).

“Iya, tidak keberatan dengan penerapan batubara sebagai BKP.Kalau soal penerapan BKP, kami tidak keberatan dan menerima aturan tersebutnya,”tegas Hendra.

APBI,lanjutnya, menyampaikan pelaksanaan kewajiban perpajakan dibidang PPN perlu diatur lebih lanjut untuk menghindari multi tafsir di lapangan, diantaranya sebagai berikut :
Pasal 112 Angka 3 mengenai perubahan Pasal 9 (akan ada peraturan pelaksanaan PMK):
a. Peraturan peralihan terkait pengkreditan Pajak Masukan yang perolehannya sebelum tanggal 2 Nopember 2020, tetapi sehubungan dengan Penyerahan setelah tanggal 2 Nopember 2020 bagi:
– Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum tanggal 2 Nopember 2020; dan
– Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal/setelah 2 Nopember 2020.
b. Peraturan mengenai mekanisme pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pasal 112 Angka 4 mengenai perubahan Pasal 13 (akan ada peraturan pelaksanaan PMK):
a. Penentuan saat terutang PPN sebagai dasar penerbitan Faktur Pajak atas penyerahan batubara di dalam negeri.
b. Dokumen PEB sebagai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, apakah administrasi pengisian dan validitasnya mengacu kepada UU Kepabeanan atau UU PPN.
c. Mekanisme Faktur Pajak Gabungan bagi industri Batubara.
Penegasan ketentuan kewajiban PPN bagi pelaku usaha yang statusnya PKP2B dan masih belum perpanjangan.
Ketentuan administratif lainnya, seperti (a) mekanisme penyerahan kepada Pemungut PPN, pelaporan dan proses restitusi, (b) sentralisasi PPN.

“Itu ya kira-kira detail yang kita minta klarifikasi, kalau soal penerapan BKP, kamiĀ  tidak keberatan dan menerima aturan tersebut,” ungkap Hendra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *