Jakarta, ruangenergi.com – Dalam upaya memperkuat ketahanan energi dan meningkatkan produksi minyak dan gas nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan regulasi baru berupa Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025. Aturan ini mengatur skema kerja sama pengelolaan wilayah migas yang melibatkan BUMD, koperasi, hingga pelaku UMKM.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot, menjelaskan bahwa kebijakan ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk mencapai swasembada energi. Pemerintah, kata dia, terus mendorong para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) agar lebih aktif meningkatkan produksi migas di wilayah kerjanya masing-masing.
“Presiden menekankan pentingnya peningkatan produksi untuk mendukung ketahanan energi nasional. Dengan aturan ini, KKKS yang telah mendapatkan wilayah kerja diharapkan makin proaktif memaksimalkan produksinya,” ungkap Yuliot dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (1/7).
Salah satu fokus utama dari aturan ini adalah optimalisasi potensi sumur migas yang saat ini dikelola oleh masyarakat. Yuliot menuturkan, jika dikelola secara kolaboratif, sumur-sumur tersebut bisa menambah lifting minyak hingga 10–15 ribu barel per hari.
“Melalui kerja sama yang tepat dan efisien, potensi ini bisa lebih besar. Tapi target realistis kami saat ini adalah tambahan produksi sekitar 10 sampai 15 ribu barel per hari,” katanya.
Aturan ini memberikan landasan hukum bagi BUMD, koperasi, dan UMKM untuk terlibat langsung dalam pengelolaan sumur migas masyarakat. Masyarakat yang tinggal di dalam wilayah kerja migas bisa membentuk UMKM, sementara koperasi bisa dibentuk oleh komunitas pengelola sumur. BUMD juga berperan sebagai lembaga yang menghimpun kegiatan usaha dari masyarakat tersebut dan bekerja sama dengan KKKS.
Tak hanya itu, regulasi ini juga memperluas peluang kerja sama di sektor migas, mencakup operasi bersama dan transfer teknologi antara kontraktor dan mitra. Insentif yang ditawarkan pun cukup kompetitif: mitra dalam skema kerja sama sumur akan memperoleh imbalan 70 persen dari harga ICP, sedangkan dalam skema kerja sama lapangan atau struktur, mitra mendapat bagian sebesar 85 persen dari bagi hasil KKKS.
“Skemanya bisa diterapkan di sumur aktif atau lapangan yang berpotensi, dengan mitra menanggung seluruh biaya, investasi, dan risiko dalam pelaksanaan kegiatan,” jelas Yuliot.
Selain itu, aturan ini turut memperkuat pengusahaan sumur tua yang sebelumnya telah diatur dalam Permen ESDM No. 1 Tahun 2008. Model kerja sama ini memungkinkan BUMD atau koperasi mengelola sumur tua bersama KKKS, dengan rekomendasi dari bupati dan persetujuan gubernur.
Saat ini, tercatat masih ada sekitar 1.400 sumur tua yang aktif dan menyumbang produksi sekitar 1.600 barel per hari. Sumur-sumur tersebut tersebar di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Jambi.
Dengan terbitnya peraturan ini, diharapkan ekosistem industri migas nasional semakin terbuka, inklusif, dan efisien, serta mampu mengoptimalkan potensi produksi dari berbagai sumber, termasuk sumur masyarakat dan sumur tua yang belum tergarap maksimal.