Sugeng Suparwoto

DPR Sebut Data Masih Menjadi Akar Masalah Penyaluran Subsidi Energi

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Padalarang, Ruangenergi.com – Ketua Komisi VII DPR-RI, Sugeng Suparwoto, menyebut akar masalah penyaluran subsidi energi salah satunya adalah data.

Sugeng yang juga Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR menambahkan, seharusnya di tengah kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan komunikasi, persoalan data tidak lagi menjadi masalah, mengingat dengan adanya single identity number pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dapat dijadikan langkah awal pembuatan Big Data.

“Mestinya nanti ada sebuah data yang di sebut Big Data yang komprehensif yang menyatakan bahwa si Sugeng, misalnya, itu keluarganya sekian. Kalau ia termasuk dalam kategori miskin dia akan mendapat subsidi tentang ABC atau D yang secara kuantitatif sekian rupiah,” jelas Sugeng, di Padalarang, Bandung Barat, (05/12).

Sugeng sepakat bila subsidi kelaknya diberikan dalam bentuk kartu, dalam artian yang di subsidi adalah orangnya bukan barangnya.

“Ada kelemahan kalau subsidi itu diberikan dalam bentuk tunai kepada orang. Kadang-kadang lantas tidak efisien juga tidak tepat pada penggunanaan atas apa yang disubsidi itu,” imbuhnya.

Ia kembali menambahkan, terlebih lagi, dimasa krisis sebagai dampak dari pandemi Covid-19 ini, dimana angka kemiskinan jadi meningkat maka subsidi masih sangat penting.

Dirinya menekankan yang terjadi sekarang harusnya dapat lebih tepat sasaran, tepat volume dan tepat waktu. Salah satu usul yang mengemuka terkait penyaluran subsidi salah menggunakan kartu yang berisikan saldo dan diatur mekanisme pencairannya.

“Tadi ada yang menyarankan dengan kartu, misalnya kartu itu secara efektif untuk membeli gas oleh pemegangnya. Secara otomatis saldo akan berkurang sesuai dengan subsidi yang ada. Tetapi bagi orang yang tidak memegang kartu, maka dia akan membayar dengan harga keekonomian sesuai dengan harga pasar,” paparnya.

Ia melanjutkan, lantas bagaimana kalo kartu itu dipegang banyak orang?

“Untuk itu, perlu dibuat standar atau batasan, misalnya seminggu dia bisa membeli berapa. Kalau seminggu keluarga itu membutuhkan 5 tabung elpiji 3kg, hanya akan mendapatkan 5 tabung, setelah itu dia tidak bisa membeli lagi gas kartu itu. Ini pendekatan-pendekatan teknis yang lain yang akan kita pikirkan,” tandasnya, usai menyerap aspirasi terkait kebijakan pengelolaan subsidi energi, di Bandung Barat.