Dr. Ir Milton Pakpahan., MM., CERG : Pembangkit Listrik Biomassa Bisa Jadi Andalan Untuk Tingkatkan Bauran Energi

Jakarta, RuangEnergi.Com– Dengan mengusung Visi “Menjadi Organisasi Profesional Terdepan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Biomassa untuk Mendukung Ketahanan Energi dan Ekonomi Nasional Secara Berkelanjutan”

Masyarakat Energi Biomassa Indonesia(MEBI)menggelar Rapat Kerja Nasional I dengan tema ” Konsolidasi dan Pemantapan Rencana Kerja MEBI dalam mendukung Ketahanan Energi Nasional Berbasis Biomassa” di Hotel Swiss-Bellin, Jakarta(16/11/20).

Untuk mengetahui lebih jauh langkah strategis yang akan dilakukan, ruangenergi.com melakukan wawancara dengan Wakil Ketua Ketua Umum I Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI), Dr. Ir Milton Pakpahan., MM., CERG
Berikut kutipan wawancaranya:

Sejauhmana MEBI melihat perkembangan energi listrik berbasis biomassa saat ini?Hingga saat ini perkembangan energi listrik berbasis energi biomassa di Indonesia belum berkembang sesuai harapan. Ini bisa dilihat dari realisasinya masih di bawah 10% dari bauran energi khususnya dari kontribusi energi biomassa.
Perkembangannya sangat lambat karena masih kalah dengan energi listrik berbasis batubara.

Meskipun demikian kita melihat bahwa PLN sebagai perusahaan kelistrikan terbesar di Indonesia, dalam transformasinya mulai menjalankan langkah strategis untuk mendorong penggunaan EBT, salah satunya melalui penggunaan biomassa melalui Co-firing.

Apa peran  MEBI dalam pengembangan energi listrik berbasis biomassa ?
MEBI akan ambil peran untuk mendukung PLN, khususnya dalam pembangkitan PLTBm dan Co-firing. Saat ini lebih memprioritaskan lebih dulu pada pembangkitan dengan Co-firing, yaitu cara pembangkitan campuran antara batubara dan biomassa. Secara bertahap akan berkontribusi 1%, lalu 5%, hingga 10% terhadap total penggunaan feed stock pembangkitan energi listrik di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU);

Sedangkan pembangkitan dengan PLTBm masih menunggu penetapan harga berdasarkan Peraturan Presiden. Saat ini masih digodok Rancangan Perpres tsb khususnya pada Fit in Tariff yang akan diberlakukan di seluruh Indonesia. Perpres nantinya akan memasukkan faktor lokasi sebagai faktor pengali terhadap Fit in Tariff tsb. Ini penting untuk agar pemanfaatan biomassa menarik dan tetap memberikan keuntungan bagi sektor hulu-tengah-hilir. Jangan sampai karena menggunakan Biomassa, biaya pokok penyediaan justru meningkat dan berdampak pada peningkatan tarif listrik. Titik keseimbangan itulah yang kita cari. Penggunaan biomassa meningkat, namun tarif listrik tetap.

Saat ini dasar perhitungan Harga Penyediaan Pembangkit listrik berbasis energi biomassa menggunakan Peraturan Menteri ESDM No.50 Tahun 2019, yaitu dengan rumus 0,85 x harga CnF batubara x nilai kalori biomassa/nilai kalori batubara.

Bisa dijelaskan apa dasar pembentukan MEBI?

MEBI dibentuk berdasarkan keinginan dari para pengembang energi biomassa karena perjuangan visi dan misinya belum ada yang menggerakkan sehingga makin tertinggal;
Visi MEBI adalah “Menjadi Organisasi Profesional Terdepan dalam Pengembangan dan Pemanfaatan Biomassa untuk Mendukung Ketahanan Energi dan Ekonomi Nasional Secara Berkelanjutan”
Misinya adalah: Membangun kapasitas sumber daya manusia dan inovasi teknologi dalam pengembangan biomassa secara efisien dan efektif untuk mencapai kemandirian energi.
Mendorong optimalisasi peningkatan nilai tambah dalam penggunaan energi dan pemanfaatan produk biomassa yang ramah lingkungan, serta peningkatan aksesibilitas energi biomassa dengan harga terjangkau kepada seluruh masyarakat;

Menyinergikan program-program pengembangan energi biomassa nasional dengan lembaga keuangan dunia dalam pendanaan proyek-proyek dan investasi energi biomassa;

Mendorong pemanfaatan biomassa dalam pengembangan bio-ekonomi yang berorientasi pasar dalam negeri dan ekspor untuk pertumbuhan ekonomi nasional dan regional untuk kesejahteraan masyarakat;

Mendukung pengembangan energi biomassa dalam pencapaian target bauran energi terbarukan nasional dan penurunan emisi gas rumah kaca, dan akselerasi pemanfaatan dan konservasi energi biomassa.

Mendorong penerapan riset untuk optimalisasi pemanfatan biomassa sebagai sumber energi terbarukan guna menjamin ketersediaan energi nasional;

Menjembatani para pemangku kepentingan dan sebagai media konsultatif dalam pengembangan biomassa untuk energi terbarukan.

Menempatkan MEBI sebagai badan terakriditasi untuk membuat sertifikat yang diberikan kepada tenaga ahli bidang pengembangan energi biomassa;

Meningkatkan penggunaan media komunikasi (online), media masa, dan media lainnya untuk menyosialisasikan program-progamnya;

Membina pengelolaan Yayasan yang dibentuk oleh para anggota MEBI khususnya dalam tata kelola yang baik (good governance).

Perlu kami tambahkan bahwa dalam operasinalisasinya didukung oleh berbagai unsur yang terdiri atas unsur Pemerintah (Kementerian & Lembaga), Organisasi Non-Pemerintah (Asosiasi, Perusahaan Swasta yang bergerak pada usaha berbasis biomassa), dan Perguruan Tinggi sehingga diharapkan organisasi ini dikelola secara profesional. Organisasi ini secara sungguh-sungguh akan membangun jejaring (network) para pemangku kepentingan agar terjadi interaksi yang sangat baik guna menumbuhkembangkan usahanya.

Langkah dan strategi apa yang akan dilakukan dalam mendorong pemanfaatan biomassa untuk energi listrik?

Strategi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Mengoptimalkan peran organisasi dalam memberikan pertimbangan dan saran kebijakan dan penanganan isu srategis kepada pemerintah dan pemangku kepentingan;
Melakukan ekspansi organisasi dalam jangka panjang melalui mekanisme Yayasan untuk penempatan saham investasi pada badan usaha di bidang energi biomassa;

Melakukan aliansi (kerjasama) dengan organisasi dan/atau lembaga (institute) lain dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan biomassa, termasuk mendiversifi-kasi kegiatannya terkait dengan pengembangan energi terbarukan;
Memberi saran dan pertimbangan terhadap berbagai upaya penekanan biaya operasional seefektif dan se-efisien mungkin (cost efectiveness and cost efficiency) kepada produsen energi biomassa untuk peningkatan nilai tambah;
Mendorong secara terus-menerus agar tetap fokus terhadap pengembangan dan pemanfaatan energi biomassa melalui riset dan inovasi teknologi baik di sektor hulu, tengah, maupun hilir.

Apa tantangan dan peluang dalam pengembangan energi listrik berbasis biomassa?

Regulasi tentang bauran energi listrik berbasis energi baru & terbarukan saat ini menggunakan Permen No. 4 Tahun 2020 sebagai Perubahan Kedua Atas Permen No. 50 Tahun 2019,
Regulasi tersebut belum mampu mendongkrak pemanfaatan energi listrik berbasis biomassa karena harga pokok penyediaan listrik belum sesuai dengan harga feed stock yang mampu menyediakan secara berkelanjutan. Saat ini, yang berjalan adalah harga feed stock yang jika dinilai setara dengan harga limbah (seperti serbuk gergaji, limbah industri pengolahan kayu primer, dan lain-lain);

Harapannya, dengan regulasi yang saat ini digodok dalam Ranperpres tentang Energi Baru & Terbarukan dapat mengkatrol harga fit in tariff yang menarik (yang memberikan keuntungan bagi sektor hulu-tengah-hilir);

Apakah MEBI menawarkan Inovasi untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis biomassa?

Inovasi khususnya biomassa dalam bentuk cair (methanol) atau bahkan energi biomassa cair dalam bentuk hidrogen untuk pengembangan jangka panjang sebagai pengembangan energi listrik dan bahan bakar berbasis biomassa untuk generasi ke-3;

Dalam jangka menengah antara lain pengembangan implementasi biomassa, misalnya Silikon dalam limbah biomassa bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku solar sel, sebagai solusi total dengan memanfatkan mulai dari hulu sampai hilir.

Pemanfaatan sampah kota menjadi RDF (Refused Derived Fuel) dan SRF (Solid Recovered Fuel) cofiring Pembangkit Listrik Tenaga Uap.

Pemanfaatan limbah tandan kosong (EFB – Empty Fruit Bunches) dari kelapa sawit menjadi Biofuel.
Pemanfaatan limbah POME (Palm Oil Mill Effluent) dalam bentuk sludge menjadi pellet.

Sejauhmana potensi yang dapat dihasilkan pembangkit listrik berbasis biomassa bagi masyarakat?

Potensi bisnis dan ekonomi bagi masyarakat sangat potensial karena dapat dikembangkan dari skala kecil hingga besar. Masyarakat dapat menyediakan tanaman sebagai bahan baku (feed stock) energi listrik berbasis biomassa.

Pilihan tanaman adalah yang berdaur pendek yang berkembang melalui trubusan (short rotation coppice/SRC) sehingga cepat dapat menghasilkan dan tidak perlu menanam setelah kayu dipanen. Panenan dengan sistem trubusan ini dalam waktu rotasi 15 tahun dapat dipanen 7 kali (dua tahun sekali);

Biasanya masyarakat dapat berkontribusi hingga 50% dari total kebutuhan feed stock, jadi jika kebutuhan feed stock untuk energi listrik berbasis biomassa ini sekitar 12.780.000 ton seluas 170.450 haktar, jadi masyarakat dapat berkontribusi sebanyak 6.390.000 ton dengan luas areal 85.000 hektar tiap tahun hingga tahun 2025. Ini merupakan jumlah yang cukup besar. Jika harga kayu hasil panenan sekitar Rp150.000 per ton, maka sudah mencapai Rp958,5 Miliar. Jika jumlah kepala keluarga (KK) 42.500 KK, maka per KK akan mendapatkan senilai Rp22,8 juta,- per tahun atau sekitar Rp1.900.000,- per KK per bulan;

Selain itu, masyarakat juga dapat mengembangkan energi listrik berbasis biomassa ini melalui pembuatan pellet kayu skala rumah tangga, misalnya mampu menyediakan 5 ton pelet kayu per bulan, maka jika harga pellet kayu ini sebesar Rp1.200.000 per ton, maka sudah menghasilkan Rp6 juta per bulan (suatu potensi yang cukup besar untuk skala rumah tangga).

Apa tantangan terbesar dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis biomassa?

Secara teknis tantangan tersebut antara lain sebagai berikut:
Tantangan pertama adalah bagaimana membangun kapasitas sumber daya manusia secara profesional terkait dengan pengembangan energi listrik berbasis biomassa;
Kedua, tantangan dalam upaya peningkatan nilai tambah, riset, pengembangan, dan berbagai inovasi pengembangan energi listrik berbasis biomassa dapat lebih maju dan terus meningkat;
Ketiga, biomassa ini memiliki nilai ekonomi yang dapat menggerakkan ekonomi kerakyatan, maka bagaimana seluruh potensi sumber daya diupayakan untuk meningkatkan ekonomi nasional dan regional berbasis ekonomi kerakyatan tersebut;
Keempat, untuk menghadapi dan menjawab isu lingkungan global dalam perubahan iklim, energi biomassa ini harus dapat berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), sehingga dapat berkontribusi dalam penurunan emisi GRK sebagaimana komitmen NDC Indonesia dalam Paris Agreement sebesar 29% pada tahun 2030;
Kelima, dalam jangka panjang, kebutuhan energi di dalam negeri harus dapat lebih mengoptimalkan sumber daya energi setempat atau daerah guna mendukung ketahanan dan pemanfaatan energi nasional.

Keenam, khususnya dalam pengembangan dan pemanfaatan biomassa secara profesional dan sekaligus berperan sebagai forum koordinatif guna memadukan berbagai kepentingan terkait pengembangan tenaga listrik berbasis biomassa.

Apa harapan ke depan bagi pengembangan organisasi MEBI?

Pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional pada 2014 (PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan bauran energi baru/terbarukan > 23% pada 2025 dan sebesar > 31% pada 2050. Energi biomassa (bioenergy) diharapkan dapat berkontribusi secara tidak langsung untuk listrik (PLTBm)o-firing sebesar 12,2% dari 69,2 MTOE dan penggunakan langsung sebesar 1,5% dari 23,0 MTOE pada 2025.

Mengingat negeri ini memiliki sumber alam besar, wilayah hutan & lahan terdegradasi luas, serta kondisi yang sesuai untuk pengembangan tanaman cepat tumbuh, maka pemerintah akan mengandalkan energi biomassa guna mencapai target bauran energi itu.

Energi tersebut sudah saatnya untuk dimanfaatkan secara komersial dan optimal dalam skala kecil hingga besar sehingga dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *