Draf CIPP JETP Resmi Dibuka ke Publik, Begini Tanggapan Energy Watch

Jakarta, ruangenergi.com – Draf rencana Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) telah resmi dibuka oleh sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) kepada publik melalui laman www.jetp-id.org. Rencananya, CIPP JETP akan diluncurkan sebelum konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP) 28 di Dubai UEA pada 30 November 2023. CIPP JETP semula akan diluncurkan kepada publik pada 16 Agustus 2023, namun peluncuran tersebut diundur.

Dalam ringkasan eksekutif (executive summary) draf CIPP JETP disebutkan bahwa sejumlah target telah ditetapkan bersama dalam Kelompok Kerja Teknis JETP. Namun, itu belum termasuk permodelan dan analisis terkait pembangkit listrik sistem off-grid atau di luar jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Alternatif pembangkit captive itu masih dicari.

Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia dan IPG bersepakat fokus pada target-target penurunan emisi gas rumah kaca pada sistem on-grid atau dalam jaringan PLN. Namun, disebutkan bahwa Sekretariat JETP akan tetap melaksanakan studi serta menyiapkan peta jalan yang lebih rinci mengenai pembangkit-pembangkit captive atau off-grid di Indonesia.

Dengan fokus pada on-grid, target yang ditetapkan ialah, pertama, puncak emisi yang tak boleh melebihi 250 juta ton CO2 pada 2030 (setelahnya, emisi harus terus menurun). Kedua, porsi energi terbarukan dalam bauran ketenagalistrikan nasional sebesar 44 persen pada 2030. Ketiga, emisi nol bersih (net zero emission/NZE) pada sektor ketenagalistrikan pada 2050.

Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga mengatakan bahwa, dari draf CIPP yang telah dibuka kepada publik, pembangkit-pembangkit captive, seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara milik industri, memang belum menjadi prioritas. Ada harapan bahwa swasta menggunakan kemampuan sendiri untuk mengupayakan transisi energi.

”Namun, pemerintah juga perlu menyiapkan regulasi lebih lanjut terkait PLTU-PLTU (captive) ini agar selaras dengan peta jalan transisi energi. Ada juga pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang kapasitasnya kecil-kecil, tapi banyak. Dalam CIPP mungkin tak dimasukkan, tapi dalam matriks penilaian jumlah emisi nasional, bagaimanapun semua itu harus masuk,” ujar Daymas dalam keterangan tertulis pada Kamis, (02/11/2023).

Ia menambahkan, kapasitas PLTU captive di Indonesia lebih dari 10 gigawatt (GW). Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perlu memikirkan dan menganalisis ini. Termasuk proyeksi supply-demand listrik nasional yang tak boleh lagi keliru.

Ia menilai, dengan tak mencakup pembangkit captive, bisa jadi akan memengaruhi komitmen pendanaan dari negara-negara donor, lewat program-program transisi energi. Namun, lantaran CIPP bersifat living document (dapat diperbarui), diharapkan pendanaan JETP tetap optimal untuk mendukung transisi energi.

”Transparansi juga perlu terus dikedepankan,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *