Jakarta, ruangenergi.com- Akademisi Ekonomi dan Energi dari Universitas Pertamina, A. Rinto Pudyantoro meminta siapapun yang akan menjadi Pemimpin Baru di Indonesia, jangan buat kebijakan-kebijakan yang aneh-aneh, khususnya di sektor minyak dan gas.
Kalaupun ada peraturan yang dibuat, sejauh itu men-support hulu migas maka bisa diumumkan kebijakannya agar didukung pelaku industri hulu migas.
“Yang penting, selesaikan illegal drilling, tanah terkontaminasi dan banyak persoalan hulu migas yang perlu diselesaikan,” kata Rinto dalam sesi diskusi berjudul “Menanti Arah Pemimpin Baru di Sektor Migas” yang diselenggarakan oleh Indonesia Petroleum Association (IPA), Kamis (01/02/2024), di Jakarta.
Rinto juga mengingatkan, dalam transisi energi tidak menjadi penghalang di hulu migas.
“Memang dalam konteks bisnis kita harus sadar antara transisi energi dengan bisnis hulu migas cepat cepatan. Ini pandangan saya, ada satu masa,10…15 tahun lagi harga minyak gas sebesar ini karena harga EBT akan lebih murah dan harga migas costnya mahal. Jadi ada masa gas itu diproduksi terlalu mahal dibanding harganya kita beruntung harganya US$ 77 atau 80 tapi siapa tahu nanti harga gasnya bisa US$35 atau 40.Kalau itu terjadi banyak lapangan yang megap-megap. Karena itu cepet cepetan kalau ada temuan segera monetisasi,”urai Rinto.
Rinto meminta, siapapun pemimpin negeri ini diminta memberikan ketenangan bagi industri hulu migas bekerja.
“Keributan akibat aturan kontroversial pasti akan membuat investor berpikir ulang. Sektor migas itu kalau nggak ribut atau tenang-tenang saja selama lima tahun ke depan diyakini akan berkembang. Justru yang dapat dilakukan oleh pemerintah pada periode tersebut adalah sejumlah pembenahan atau perbaikan pada beberapa persoalan yang dianggap menganggu operasional, seperti perijinan dan tax treaty,” jelasnya.
Praktisi migas yang sekaligus merupakan pengajar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Widhyawan Prawiraatmadja, mengatakan agar belajar mendengar apa yang diinginkan oleh industri hulu migas.
“Sebenernya sederhana kok. Bagaimana nasib undang-undang migas diselesaikan dengan baik. Nanti kalau yang datang ke Indonesia itu ada Champion (juara alias perusahaan migas terkenal), maka ini investasi bisa menghasilkan multiplayer effect dan regulasi jelas. Menteri itukan penunjukan politis. Tentunya tidak bisa mengharapkan dia bisa mengerti dengan baik tentang migas. Ya minimal dia (menteri) dengarkan dari orang yang mengerti migas, orang yang jaman dulu ngerti minyak seperti Pak Nathan Mahmud, dia yang bikin kontrak psc pertama. Gak ada salahnya diajak bicara. Atau menteri yang sebelumnya relatively membawa kemajuan diindustri ini,”urai Wawan-sapaan akrab Widhyawan.