Dukung NZE, PTBA Lakukan Transformasi Jadi Perusahaan Berbasis Energi Hijau di 2026

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melakukan transformasi untuk menjadi perusahaan energi dan kimia yang ramah lingkungan. Untuk mendukung hal tersebut, Bukit Asam menyatakan kesiapan pendanaan hingga Rp 60 triliun.

Direktur Utama Bukit Asam Suryo Eko Hadianto menjelaskan, hingga November 2021, Bukit Asam membukukan laba Rp 7 triliun atau angka tertinggi sepanjang Bukit Asam berdiri. Seiring perolehan laba tersebut, Ebitda Bukit Asam bisa menembus lebih dari Rp 10 triliun tahun ini.

“Dengan Ebitda Rp 10 triliun, kami mampu meng-generate pendanaan hingga Rp 50-60 triliun,” tutur Suryo dalam acara konferensi pers Virtual, Jumat (10/12).

Lebih lanjut Suryo menjelaskan , dengan kemampuan pendanaan tersebut, Bukit Asam tidak memiliki kekhawatiran untuk membiayai rencana transformasi ke depan.

Adapun transformasi ini dilakukan untuk mendukung target net zero emission (NZE) pada 2060 sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dan meningkatkan kontribusi perusahaan dalam mendukung ketahanan energi nasional.

Suryo menambahkan , destinasi pertama Bukit Asam dalam transformasi tersebut adalah menjadi perusahaan berbasis energi pada 2026. Saat itu perusahaan ditargetkan bisa meraih pendapatan dari sektor energi sebesar 50% dan bisnis batu bara sebesar 50%.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Bukit Asam akan menyiapkan tiga strategi khusus. Langhah pertama,perusahaan akan meningkatkan portofolio pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan. Selanjutnya program hilirisasi batubara dan membangun chemical industry development. Untuk dua target terakhir, perusahaan menyiapkan kawasan ekonomi khusus di Tanjung Enim, Sumatera Selatan sebagai area untuk pengembangan bisnis serta program manajemen karbon.

Adapun untuk program energi baru dan terbarukan, Bukit Asam akan melakukan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan bekas tambang dan masyarakat. Sejumlah proyek PLTS tersebut adalah PLTS Bandara Soekarno Hatta bersama AP2, PLTS Irigasi Pesawaran-Lampung, PLTS Irigasi Talawi-Sawahlunto, PLTS Irigasi Tanjung Raja-Muara Enim dan PLTS Yayasan Az-Zawiyah Ogan Ilir-Sumsel.

“Rencana proyek PLTS pasca tambang selanjutnya adalah PLTS Ombilin-Sumatera Barat, PLTS Tanjung Enim-Sumatera Selatan dan PLTS Bantuas-Kalimantan Timur,” ujarnya

Pada program hilirisasi batubara, perusahaan menggarap proyek gasifikasi batubara menjadi dimethyl eter (DME). Proyek ini merupakan hasil kerjasama antara Bukit Asam, Pertamina dan Air Products & Chemical Inc dengan nilai investasi sekitar Rp 30 triliun. Proyek ini bisa menghasilkan 1,4 juta DME per tahun dengan mengutilisasi 6 juta ton batubara.

Proyek selanjutnya adalah PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 dengan nilai investasi US$ 1,68 miliar. PLTU ini merupakan bagian dari proyek 35 ribu mega watt dan dibangun oleh PT Huadian Bukit Asam Power (PT HBAP) sebagai Independent Power Producer (IPP). HBAP merupakan konsorsium antara Bukit Asam dengan China Huadian Hongkong Company Ltd.

Sampai dengan November 2021, Bukit Asam berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 7 triliun. Pencapaian laba tersebut didukung oleh pendapatan usaha sebesar Rp 26,2 triliun. Seiring dengan pencapaian laba bersih tersebut, perusahaan juga mencatat kenaikan total aset sebesar 46% menjadi Rp 35,2 triliun pada November 2021 dibandingkan akhir Desember 2020 yang sebesar Rp 24,1 triliun.

Perseroan menargetkan kenaikan volume produksi batu bara dari 24,8 juta ton pada tahun 2020 menjadi 30 juta ton pada tahun 2021. Perusahaan menargetkan porsi ekspor batubara hingga akhir 2021 sebesar 47%.