Jakarta, Ruangenergi.com – Dalam upaya mendukung tercapainya target emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) 2060, PT Pertamina (Persero) telah menetapkan target investasi sebesar 56 persen untuk sektor energi baru terbarukan pada 2030.
Demikian dikatakan Vice President Sustainability Program, Rating & Engagement PT Pertamina Indira Pratyaksa di Jakarta, Rabu (07/7).
“Untuk fosil, investasi kami maksimal di angka 44 persen, jadi selebihnya sekitar 56 persen itu akan agresif di petrochemical dan energi baru terbarukan,” kata Indira.
Menurut dia, meski investasi itu ditargetkan pada 2030 mendatang, perusahaan telah proaktif mengimplementasikan berbagai strategi untuk memastikan keberlanjutan bisnis dan lingkungan.
“Untuk memastikan target tersebut tercapai, Pertamina rutin melakukan pemantauan secara berkala setiap bulan dan melaporkan progresnya kepada direksi setiap tiga bulan sekali,” ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan mengatakan, bahwa dalam upaya mencapai target tersebut, Pertamina telah menerapkan strategi no regret abatement yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan transisi energi secara bertahap dengan mengoptimalkan sumber daya yang sudah ada, sehingga mengurangi risiko investasi yang besar di awal.
“Meskipun fokus pada pengembangan EBT, Pertamina tetap berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan bisnis fosilnya. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk untuk mengatasi tantangan trilema energi yang meliputi keterjangkauan, ketahanan, dan kelestarian lingkungan,” paparnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa langkah ini juga perlu dilakukan karena permintaan energi fosil di dalam negeri masih tinggi, dan transisi energi membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Namun upaya untuk mengembangkan EBT menghadapi tantangan karena hingga saat ini belum ada undang-undang yang spesifik yang mengatur pengembangan energi terbarukan. Padahal pemerintah memiliki target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Capaian EBT pada 2023 baru mencapai 13,09 persen,” katanya.
Kendati begitu, pemerintah saat ini intensif melakukan pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan dengan DPR, yang diharapkan menjadi regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan energi EBT yang berkelanjutan dan adil.
Sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan EBT untuk Penyediaan Tenaga Listrik sebagai salah satu upaya menarik lebih banyak investasi dalam pengembangan energi terbarukan.
Tidak hanya mengatur pemanfaatan energi terbarukan dari segi harga dan mekanisme pengadaan, tetapi juga transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang meliputi peta jalan percepatan penghentian PLTU dan pembatasan pembangunan pembangkit baru.(Red)