Jakarta, Rusngenergi.com – Pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria menyoroti kata atau Istilah “Langka” yang telah lama disukai sebagai kata yang dipergunakan dalam pemberitaan terkait Elpiji atau BBM. Pasalnya, “langka” elpiji atau BBM yang terjadi di negeri ini pada umumnya dialami hanya dalam hitungan hari saja dan tidak sampai seminggu apalagi berminggu-minggu. Jadi hanya bersifat “Kekosongan Sementara” saja.
“Padahal jika benar terjadi kelangkaan dalam arti yang sesungguhnya, pasti para wakil rakyat baik di daerah maupun wakil rakyat di Senayan akan bereaksi keras karena elpiji atau BBM menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk konstituen mereka,” kata Sofyano di Jakarta, Sabtu (29/7)..
Menurut pria yang juga dikenal sebagai Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) ini, pada dasarnya dalam satu kabupaten paling tidak terdapat 4-5 unit SPBE yang juga juga berfungsi sebagai depo penampungan elpiji, sekitar 20 agen elpiji dan setidaknya ada 2000an pangkalan elpiji 3kg.
“Lalu apakah semua SPBE itu tidak ada persediaan atau stock LPG nya? Apakah semua agen LPG 3kg juga tidak punya persediaan tabung/elpiji 3kg sama sekali? Atsu apakah seluruh pangkalan elpiji juga tidak punya persediaan LPG? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini pasti akan muncul di masyarakat,” kata Sofyano.
Sebagai contoh, lanjut dia, pangkalan elpiji yang mengalami Kekosongan Sesaat di Medan hanya 14 pangkalan dari 3.675 pangkalan yang ada. Artinya prosentasenya hanya 0,4 persen dari total pangkalan yang ada. Semmentara di Kediri hanya 16 Pangkalan ysng kosong dari 2754 pangkalan yang ada.
“Hal yang sama juga terjadi di Malang di mana dari 1.742 pangkalan yang ada hanya ada 12 pangkalan yang Kosong Sesaat. Di Sulselbar hanya 5 pangkalan yang kosong dari 1094 pangkalan yang ada, ini prosentasenya adalah 0,5 persen dari total pangkalan yang ada. Kekosongan pangkalan adalah karena menunggu pengiriman elpiji dari agennya,” paparnya
“Saya sangat yakin dan ini bisa dibuktikan bahwa tidak semua Desa atau Kecamatan yang ada di sebuah Kabupaten yang diberitakan langka tersebut mengalami kekosongan LPG 3Kg. Coba peta-kan kekosongan elpiji subsidi terjadinya dimana saja, dan tarik prosentasenya dibanding dengan jumlah SPBE-agen-pangkalan yang ada di daerah tersebut,” sambungnya..
Menurut Sofyano, untuk membuktikan kebenaran dari info “langka” tersebut, bisa pula dilakukan dengan operasi pasar LPG 3Kg. Coba saja lakukan uji pasar dengan menggelar operasi pasar LPG 3Kg.
“Nanti bisa dilihat hasilnya apakah LPG operasi pasar tersebut dalam sekejap habis diserbu pembeli dan berapa lama (Hari?Minggu?) penyerbuan itu akan terus terjadi,” cetusnya.
Terkait pengawasan dan pembinaan terhadap penyaluran dan lembaga penyalur elpiji subsidi di daerah, kata Sofyano, pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 05 Tahun 2011.
“Tapi sayangnya pihak Pemda sepertinya tidak memahami dan nyaris tidak melaksanakan amanat Peraturan Bersama ini dan hanya terlihat berperan dalam penentuan HET lpg 3kg didaerah nya,” kata Sofyano menyayangkan.
“Menurut saya, sudah saatnya Presiden segera merevisi Perpres nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG 3Kg dengan secara tegas, jelas dan rinci menetapkan siapa yang berhak atas LPG 3Kg dan apa sanksi hukum jika ketentuan tersebut dilanggar,” pungkasnya.(SF)