Energy Watch: Industri Hulu Migas Masih Potensial Didanai Perbankan

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menilai,  industri hulu migas dan industri jasa penunjang lainnya masih tetap potensial untuk didanai oleh perbankan nasional. Bahkan kebutuhan investasi untuk sektor hulu migas masih tetap besar ke depannya. Hal ini lantaran Indonesia masih belum bisa sepenuhnya beralih ke energi baru terbarukan.

Menurut dia, target realisasi investasi sektor hulu migas yang ditetapkan pemerintah tahun 2021 adalah sebesar USD12,38 miliar. Sementara hingga semester I 2021 lalu baru terealisasi USD4,92 miliar. Realisasi investasi ini belum termasuk pada industri jasa penunjangnya.

“Jika digabung nilai kebutuhan investasi sangat besar. Hal ini menjadi peluang bagi industri perbankan nasional untuk terlibat dalam pembiayaan investasi pada proyek-proyek strategis hulu migas,” kata Mamit dalam webinar bertema Peran Perbankan Nasional di Industri Hulu Migas, Kamis (19/8/2021).

“Dari angka itu sebenarnya industri hulu migas sampai saat ini masih sangat menjanjikan. Maka SKK Migas dan pemerintah terus berupaya agar bagaimana iklim investasi terus membaik khususnya di sektor hulu migas,” tambah dia. .

Dia mencontohkan beberapa proyek penting hulu migas yang bisa menjadi peluang industri perbankan masuk dan terlibat dalam pembiayaan yaitu di Region I (Sumatra dan Kepulauan Natuna) ada 63 working area. Kemudian di Region II (Jawa, Madura, Kalimantan) ada 46 working area yang bisa dimasuki industri perbankan nasional. Kemudian di Region III (Indonesia Timur) terdapat 22 working area.

“Jadi masih banyak peluang investasi pada industri hulu migas dan industri jasa penunjangnya. Sebab biar bagaimanapun industri hulu migas tanpa industri penunjang ini tidak akan bergerak signifikan. Nah ini peluang bagi industri perbankan untuk meningkatkan investasinya di hulu migas,” pungkas Mamit.

Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan, volume kebutuhan minyak nasional untuk energi sampai tahun 2050 diperkirakan akan meningkat sampai 139%, dari kebutuhan minyak nasional saat ini yang sekitar 1,6 juta barel per hari menjadi 3,9 juta barel per hari.

Sementara untuk konsumsi gas juga akan meningkat dari konsumsi saat ini yang sekitar 6.000 MMSCFD menjadi 26.000 MMSCFD pada tahun 2050 atau meningkat 298%. Di samping untuk kebutuhan energi, dijelaskan Dwi, sumber daya migas juga dibutuhkan untuk sumber feedstock bagi sektor industri, khususnya petrokimia.

Karena itu, kata  pengembangan cekungan-cekungan hidrokarbon yang belum berproduksi menjadi berproduksi, dan yang belum ekonomis menjadi ekonomis, tentu perlu dilakukan.

“Peran investasi di sektor hulu migas tentu menjadi krusial guna mewujudkan hal tersebut, apalagi saat ini Pemerintah juga tengah mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 BSCFD gas pada tahun 2030 mendatang,” ujarnya.

Guna mencapai hal-hal tersebut, Dwi meminta kepada perbankan khususnya perbankan nasional agar dapat membantu dari sisi investasi pembiayaan industri sektor hulu migas. Mengingat, potensi besar industri hulu migas sejatinya masih cukup baik untuk bisnis perbankan.

“Perlu kita sadari bahwa industri migas adalah industri yang membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang risiko yang tinggi. Selain itu, tingkat persaingan antar negara juga tinggi saat ini, terlebih lagi di tengah isu energi baru terbarukan,” katanya.(Red)

Energy Watch: Industri Hulu Migas Masih Potensial Didanai Perbankan

Jakarta, Ruangenenrgi.com – Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menilai,  industri hulu migas dan industri jasa penunjang lainnya masih tetap potensial untuk didanai oleh perbankan nasional. Bahkan kebutuhan investasi untuk sektor hulu migas masih tetap besar ke depannya. Hal ini lantaran Indonesia masih belum bisa sepenuhnya beralih ke energi baru terbarukan.

Menurut dia, target realisasi investasi sektor hulu migas yang ditetapkan pemerintah tahun 2021 adalah sebesar USD12,38 miliar. Sementara hingga semester I 2021 lalu baru terealisasi USD4,92 miliar. Realisasi investasi ini belum termasuk pada industri jasa penunjangnya.

“Jika digabung nilai kebutuhan investasi sangat besar. Hal ini menjadi peluang bagi industri perbankan nasional untuk terlibat dalam pembiayaan investasi pada proyek-proyek strategis hulu migas,” kata Mamit dalam webinar bertema Peran Perbankan Nasional di Industri Hulu Migas, Kamis (19/8/2021).

“Dari angka itu sebenarnya industri hulu migas sampai saat ini masih sangat menjanjikan. Maka SKK Migas dan pemerintah terus berupaya agar bagaimana iklim investasi terus membaik khususnya di sektor hulu migas,” tambah dia. .

Dia mencontohkan beberapa proyek penting hulu migas yang bisa menjadi peluang industri perbankan masuk dan terlibat dalam pembiayaan yaitu di Region I (Sumatra dan Kepulauan Natuna) ada 63 working area. Kemudian di Region II (Jawa, Madura, Kalimantan) ada 46 working area yang bisa dimasuki industri perbankan nasional. Kemudian di Region III (Indonesia Timur) terdapat 22 working area.

“Jadi masih banyak peluang investasi pada industri hulu migas dan industri jasa penunjangnya. Sebab biar bagaimanapun industri hulu migas tanpa industri penunjang ini tidak akan bergerak signifikan. Nah ini peluang bagi industri perbankan untuk meningkatkan investasinya di hulu migas,” pungkas Mamit.

Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan, volume kebutuhan minyak nasional untuk energi sampai tahun 2050 diperkirakan akan meningkat sampai 139%, dari kebutuhan minyak nasional saat ini yang sekitar 1,6 juta barel per hari menjadi 3,9 juta barel per hari.

Sementara untuk konsumsi gas juga akan meningkat dari konsumsi saat ini yang sekitar 6.000 MMSCFD menjadi 26.000 MMSCFD pada tahun 2050 atau meningkat 298%. Di samping untuk kebutuhan energi, dijelaskan Dwi, sumber daya migas juga dibutuhkan untuk sumber feedstock bagi sektor industri, khususnya petrokimia.

Karena itu, kata  pengembangan cekungan-cekungan hidrokarbon yang belum berproduksi menjadi berproduksi, dan yang belum ekonomis menjadi ekonomis, tentu perlu dilakukan.

“Peran investasi di sektor hulu migas tentu menjadi krusial guna mewujudkan hal tersebut, apalagi saat ini Pemerintah juga tengah mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 BSCFD gas pada tahun 2030 mendatang,” ujarnya.

Guna mencapai hal-hal tersebut, Dwi meminta kepada perbankan khususnya perbankan nasional agar dapat membantu dari sisi investasi pembiayaan industri sektor hulu migas. Mengingat, potensi besar industri hulu migas sejatinya masih cukup baik untuk bisnis perbankan.

“Perlu kita sadari bahwa industri migas adalah industri yang membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang risiko yang tinggi. Selain itu, tingkat persaingan antar negara juga tinggi saat ini, terlebih lagi di tengah isu energi baru terbarukan,” katanya.(Red)